Bhima memperkirakan rupiah secara psikologis berisiko melemah ke posisi Rp 15.500-16.000 dalam waktu dekat. Tekanan akan terus berlanjut, tergantung respons kebijakan moneter.
Dia pun mempertanyakan kapan BI akan terus menahan kenaikan suku bunga. "Apa masih mau tahan suku bunga sampai Agustus?"
Menurut Bhima, pelemahan kurs rupiah ini bakal mendorong percepatan kenaikan suku bunga acuan. BI, tutur dia, perlu menaikkan 25-50 bps suku bunga untuk menahan aliran modal keluar sebagai upaya untuk menjaga ketahanan nilai tukar.
"Tapi menaikkan suku bunga acuan berimbas kepada pelaku usaha korporasi, UMKM, maupun konsumen. Cicilan KPR dan kendaraan bermotor bisa lebih mahal," kata Bhima.
Nailul juga menekankan keputusan Bank Indonesia menahan suku bunga acuan bulan lalu membuat pasar keuangan Tanah Air kalah menarik. Karena itu dia, memperkirakan bulan ini BI akan menaikkan suku bunga acuan.
"Inflasi juga semakin meningkat, menjadikan tidak ada alasan BI untuk menahan suku bunga acuannya," ujar Nailul.
Sejalan dengan itu, Piter juga berpendapat pelemahan rupiah akan bergantung kepada sejauh mana kebijakan dan respons Bank Indonesia menyikapi kondisi ini. "Saya yakin BI akan menahan pelemahan rupiah dengan intervensi valas dan bahkan menaikkan suku bunga," ujar Piter.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan bank sentral terus menempuh berbagai langkah penguatan bauran kebijakan. Sedikitnya, ada lima langkah yang diambil oleh BI untuk menguatkan kebijakan tersebut.
Satu dari kelima langkah itu adalah memperkuat kebijakan nilai tukar rupiah untuk menjaga stabilisasinya di pasar spot. "Dan mendukung pengendalian inflasi dengan tetap memperhatikan bekerjanya mekanisme pasar dan nilai fundamentalnya," ujarnya, akhir Juni lalu.
Bank Indonesia menyatakan nilai tukar rupiah mengalami peningkatan tekanan sejalan dengan mata uang regional lainnya, seiring dengan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global. BI mencatat nilai tukar terdepresiasi 1,93 persen (ptp) pada 22 Juni 2022 dibandingkan akhir Mei 2022.
"Depresiasi tersebut sejalan dengan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global akibat pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif di berbagai negara untuk merespons peningkatan tekanan inflasi dan kekhawatiran perlambatan ekonomi global," kata Perry.
Baca juga: Bank Indonesia Ungkap Situasi Global yang Sangat Rentan Bayangi Ekonomi RI
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini