Bhima menyatakan pelemahan kurs bisa memicu imported inflation atau kenaikan biaya impor, terutama pangan. Walau, kata dia, sejauh ini imported inflation belum dirasakan karena produsen masih menahan harga di tingkat konsumen.
"Tapi ketika beban biaya impor sudah naik signifikan akibat selisih kurs maka imbasnya ke konsumen juga," ujar Bhima.
Imbas lainnya adalah beban utang luar negeri (ULN) sektor swasta meningkat karena pendapatan sebagian besar diperoleh dalam bentuk rupiah, sedangkan bunga dan cicilan pokok berbentuk valas. Situasi currency missmatch akan mendorong swasta melakukan berbagai cara salah, satunya menjalankan efisiensi operasional.
Bhima melihat tidak semua perusahaan swasta yang memiliki ULN melaksanakan hedging. Sedangkan menurut Piter, kalau pelemahan rupiah berkelanjutan, kondisi ini bakal berdampak negatif terhadap perekonomian Indonesia.
"Pelemahan rupiah bisa meningkatkan risiko investasi sekaligus menurunkan masuknya investasi asing ke indonesia," ujar Piter.
Pelemahan rupiah, kata dia, juga meningkatkan potensi inflasi di Indonesia. Menurutnya, inflasi Indonesia bisa meningkat lebih besar dan memangkas daya beli masyarakat.
"Ujungnya menahan konsumsi dan pertumbuhan ekonomi."
Ancang-ancang Kenaikan Suku Bunga Acuan
Keputusan Bank Indonesia menahan suku bunga acuan bulan lalu dianggap membuat pasar keuangan Tanah Air kalah menarik.