TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Semut Merah bentukan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dinilai sudah layu, bahkan sebelum berkembang. Musababnya, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar menyatakan koalisi dua partai tersebut masih penjajakan alias belum pasti. Padahal kedua petinggi partai tersebut belum sepekan mengumumkan rencana koalisi di Pilpres 2024 secara terbuka.
Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam menilai pernyataan Muhaimin itu mengonfirmasi bahwa wacana Koalisi Semut Merah yang didorong PKB dan PKS itu hanya sekadar gimik politik saja alias tidak serius sejak awal. "Hanya sekadar untuk meningkatkan daya tawar masing-masing saja," ujar Umam, Senin, 13 Juni 2022.
Bahkan Cak Imin lewat keterangannya pada Ahad, 12 Juni 2022, menyebut satu-satunya koalisi yang final saat ini baru Koalisi Indonesia Bersatu--koalisi bentuk Golkar-PAN-PPP. "Mungkin satu-satunya yang final KIB, tapi perbincangan masih cair semua. Saya tiap hari bertemu para pimpinan partai dan semuanya masih cair," tuturnya.
Umam menilai koalisi semut merah seperti eksperimen politik yang coba dilakukan PKB dan PKS untuk menciptakan varian gerbong koalisi baru menjelang Pilpres 2024. Kendati demikian, dua partai Islam atau partai berbasis Ormas Islam ini dinilai sulit bersatu karena keduanya memiliki paradigma politik Islam yang sangat bertolak belakang.
PKB lahir dari rahim politik Nahdlatul Ulama (NU) yang merepresentasikan watak moderatisme, sedangkan PKS lahir dari gerakan tarbiyyah yang mewadahi segmen muslim kelas menengah-perkotaan yang belakangan cenderung menunjukkan karakter keberislamannya yang konservatif.
"Akibatnya, dalam berbagai momentum politik, relasi PKB dan PKS ini ibarat air dan minyak," ujar Umam.
Dosen Ilmu Politik Universitas Paramadina itu menilai keduanya sulit bertemu dan para kadernya di lapangan, maupun di jagad maya, juga sering berbenturan satu sama lain. Oleh karena itu, sejak awal ia meragukan konsistensi koalisi ini. Ia menduga pembentukan koalisi tersebut hanya strategi marketing politik kedua partai untuk meningkatkan popularitas.
Persoalan lain, ujar dia, suara PKB dan PKS masih belum bisa memenuhi syarat ambang batas presidential threshold 20 persen. Total kursi Koalisi Semut Merah saat ini sebanyak 108 kursi dengan perincian 58 kursi PKB dan 50 kursi PKS. Koalisi ini masih kurang 7 kursi untuk memenuhi persyaratan mengusung capres. Artinya, koalisi PKB dan PKS masih membutuhkan satu dukungan partai lagi di Senayan.
Hal lainnya, lanjut dia, kedua partai itu juga belum memiliki tokoh pemimpin yang relatif marketable untuk diusung dalam Pilpres 2024 mendatang. Elektabilitas dua tokoh yang ditawarkan, baik Cak Imin maupun Salim Segaf Al-Jufri, masih sangat jauh tertinggal dibanding nama-nama tokoh popular lainnya.
"Artinya, belum tampak ada leadership dan center of gravity yang riil dari bersatunya PKB dan PKS ini," ujar Umam. "Itulah mengapa dalam perjalanannya, PKB dan PKS selalu menjadi makmum dalam berkoalisi, dan untuk Pilpres 2024 tampaknya keduanya belum siap menjadi imam dalam pembentukan koalisi ke depan".
Selanjutnya: PKB masih mencari peluang koalisi dengan partai lain...