Ia menuturkan, per hari ketika harga normal, pihaknya membutuhkan 3 sampai 5 kuintal kedelai untuk diolah menjadi tempe dan tahu, namun saat ini, dikurangi menjadi 2 kuintal per hari, sebagai upaya menghindari kelangkaan tempe di pasaran.
Selama ini, kata dia, untuk kedelai impor biasanya sudah ada pemasok yang datang ke pabrik sebanyak 10 ton per 20 hari, dengan sistem bayar setelah penjualan.
Dari data Chicago Board of Trade (CBOT), harga kedelai pada minggu pertama Februari 2022 mencapai USS 15,77 per bushel atau angkanya sekitar Rp 11.240 per kilogram di tingkat importir dalam negeri.
Harganya akan terus naik hingga Mei 2022 yang bisa mencapai US$ 15,79 per bushel. Selanjutnya, akan terjadi penurunan pada Juli 2022 ke angka US$ 15,74 per bushel di tingkat importir.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Nisrina Nafisah menyarankan pemerintah melakukan diversifikasi negara pemasok kedelai untuk mengurangi dampak kenaikan harga dan menjaga stabilitas pasokan dan harga kedelai dalam negeri.
"Pemerintah perlu mendiversifikasi sumber impor agar harga dan jumlah pasokan kedelai dalam negeri stabil. Indonesia merupakan negara dengan konsumsi kedelai terbesar kedua di dunia setelah Cina," katanya lewat keterangannya di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, Indonesia dapat meningkatkan impornya dari Brasil dan Argentina. Produksi kedelai di kedua negara tersebut mencapai 140 juta ton dan 50 juta ton setiap tahunnya.
Jumlah impor kedelai Indonesia dari kedua negara tersebut kurang dari satu persen total impor Indonesia setiap tahunnya. Indonesia bahkan tidak mengimpor kedelai dari keduanya di 2020.