Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga tidak merespons Tempo saat dihubungi pada Rabu, 9 Februari, ihwal dugaan penimbunan di tingkat produsen sampai distributor. Namun pada 29 Januari lalu, Sahat sempat mengatakan eksportir merugi akibat berlakunya kewajiban DMO.
“Ekspor sangat terganggu. Banyak biaya atau denda yang harus ditanggung, seperti demurrage cost karena batal ekspor,” katanya.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan pemerintah harus menahan ekspor agar harga acuan CPO internasional tidak kian naik. “Pengusaha tahu, ini make money,” katanya.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Solihin mengatakan suplai minyak goreng kemasan ke pasar retail tidak memenuhi permintaan dalam beberapa waktu terakhir. Ia menyebut service level atau tingkat pemenuhan pasokan hanya 6 persen dari total pemesanan di seluruh gerai.
“Jadi hitungannya kalau kami pesan seribu, yang datang 60. Kalau pesan 10 ribu, hanya datang 600. Yang jelas di bawah 10 persen,” ujar Solihin saat dihubungi pada akhir Januari.
Selain masalah pasokan, Solihin menyebut tingginya keinginan masyarakat untuk menyetok minyak goreng menjadi salah satu penyebab pasokan di pasar modern, swalayan, hingga gerai-gerai minimarket langka. Berdasarkan catatan Aprindo, stok yang semestinya cukup untuk dua pekan telah ludes hanya dalam waktu dua hari.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | MAJALAN TEMPO | BISNIS
BACA: KSP Minta Kemendag Kerja Sama dengan Produsen Atasi Kelangkaan Minyak Goreng
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.