Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan perbedaan level antara assesment Kemenkes dan level yang akhirnya ditetapkan di Inmendagri memungkinkan terjadi.
"Bisa saja, kalau misalnya indikator protokol kesehatan rendah, tapi sebagian besar karena cut off pengambilan data bisa berbeda," kata dia saat dihubungi.
Nadia menyebut daerah tetap berpatokan pada Inmendagri saja, karena assesment Kemenkes hanya salah satu indikator saja yang dipakai dalam penetapan level PPKM suatu daerah.
Untuk kasus Depok, assesment Kemenkes memang level 4 dan level PPKM sesuai Inmendagri baru level 2 untuk periode 1-7 Februari. Sebab, penyesuaian Inmendagri baru dilakukan Senin besok untuk periode 8-14 Februari.
Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri, Syafrizal ZA, juga mengatakan assesment Kemenkes bukan dalam bentuk instruksi level atau peraturan. Assesment ini berisi data agregat satu minggu (Jawa Bali) dan dua minggu (luar Jawa Bali), yang kemudian dijadikan penentuan level untuk minggu berikutnya.
Data 1-7 Februari dijadikan penetuan level yang berlaku 8-14 Februari 2022. "Saya sudah komunikasi dengan Wali Kota Depok, maksudnya gak begitu (ada perbedaan level)," kata Syafrizal saat dihubungi.
Kementerian Pendidikan sudah mengetahui adanya perbedaan respon di daerah pasca diskresi Nadiem ini. "Itu yang akan kami laporkan juga ke Pak Menko (Luhut Pandjaitan) sebagai Koordinator PPKM Jawa Bali)," kata Suharti.
Bagaimanapun, kata Suharti, para siswa-siswi tentu tetap memerlukan PTM karena PJJ pun tidak 100 persen efektif. "Anak-anak perlu tetap belajar, itu yang melatarbelakangi kami untuk Level 2 itu dapat PTM 50 persen. Tapi, daerah juga masih dimungkinkan PTM 100 persen bila tak ada lonjakan kasus," kata dia.
Hal ini, kata Suharti, tidak berarti juga semua siswa-siswi harus masuk ke sekolah di tengah varian Omicron ini. Sebab di SKB Empat Menteri, kata Suharti, sudah ada ketentuan kapan PTM bisa dihentikan. "Bila terjadi klaster, sekolah bisa ditutup 14 hari, lalu bila positivity rate 5 persen atau lebih, jadi itu masih dimungkinkan," kata dia.
Harapan Para Guru
Sementara itu, Satriawan Salim berharap daerah yang mengalami kenaikan kasus Covid-19 dan memiliki positivity rate melebihi 5 persen untuk langsung menyetop PTM saja. Ia mengapresiasi sejumlah daerah seperti Tangerang Raya hingga Bogor yang langsung menyetop PTM.
Ia pun menyoroti kondisi yang terjadi di Jakarta, yang akhirnya hanya menerapkan PTM 50 persen. Padahal, jumlah sekolah yang tutup di Jakarta akibat penularan Covid-19 terus bertambah dari semula 39 menjadi 90 sekolah. "Jadi skema 50 persen ini tak aman, beresiko," kata dia.
Di sisi lain, PGRI sudah sepakat dengan diskresi Nadiem yang memberi peluang bagi daerah PPKM level 2 untuk menerapkan PTM 50 persen. Tapi, PGRI meminta semua pihak duduk bersama ketika nantinya terjadi kenaikan kasus varian Omicron yang bakal mempengaruhi PTM ini.
Di sisi lain, PGRI juga meminta agar proses PJJ selama ini dijadikan pelajaran. Salah satunya, ia berharap pemerintah juga semakin meningkatkan kemampuan para guru yang harus mengajar dengan metode jarak jauh. "Baik Kemendikbud atau pemda saya pikir masih belum optimal untuk mengedukasi para guru meningkatkan kompetensi dengan memanfaatkan teknologi informasi," kata Dudung Abdul Qodir.
FAJAR PEBRIANTO | ARRIJAL RACHMAN