Menurut Ubedilah, laporan ini bermula pada 2015 ketika ada perusahaan, yaitu PT SM yang menjadi tersangka pembakaran hutan dan sudah dituntut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) senilai Rp 7,9 triliun. Namun dalam perkembangannya, Mahkamah Agung hanya mengabulkan tuntutan senilai Rp 78 miliar.
"Itu terjadi pada Februari 2019 setelah anak Presiden membuat perusahaan gabungan dengan anak petinggi perusahaan PT SM," ujar Ubedilah.
Ia mengatakan dugaan KKN tersebut terjadi berkaitan dengan adanya suntikan dana penyertaan modal dari perusahaan ventura, yang jelas dan bisa dibaca oleh publik. Alasannya tidak mungkin perusahaan baru anak Presiden mendapat suntikan dana penyertaan modal dari sebuah perusahaan ventura.
"Setelah itu, anak Presiden membeli saham di sebuah perusahaan dengan angka yang juga cukup fantastis Rp 92 miliar dan itu bagi kami tanda tanya besar," ujar Ubeid.
Dosen Universitas Negeri Jakarta itu juga mempertanyakan, apakah seorang anak muda yang baru mendirikan perusahaan dapat dengan mudah mendapatkan penyertaan modal. “Apa lagi angkanya cukup fantastis, dari mana kalau bukan karena anak Presiden.”
Tanggapan Gibran
Berbeda dengan para pendukung Bapaknya, Gibran yang saat ini menjabat sebagai Wali Kota Surakarta memastikan tidak akan melaporkan balik Ubedilah. "Rasah, nengke wae lak bosen (tidak usah, didiamkan saja nanti kan bosan)," katanya di Solo, Jumat, 14 Januari 2022.
Apalagi, kata dia, saat ini pemberitaan terkait laporan Ubedilah Badrun tersebut sudah mulai mereda. "Fokus nyambut gawe wae (Fokus bekerja saja). Koyo ora nduwe gawean wae (seperti tidak punya pekerjaan saja), sibuk," katanya. "Dibuktikan sik, aku salah po ra (saya salah atau tidak). Salah yo detik ini ditangkep wae ra popo (tidak apa-apa)."