Sementara Greenpeace Indonesia melontarkan kritik ihwal klaim laju deforestasi. Greenpeace mengatakan deforestasi di Indonesia justru meningkat dari yang sebelumnya 2,45 juta ha/tahun (2003-2011) menjadi 4,8 juta ha/tahun (2011-2019). Tren penurunan deforestasi dalam rentang 2019-2021 dinilai tidak lepas dari situasi sosial politik dan pandemi yang terjadi di Indonesia sehingga aktivitas pembukaan lahan terhambat.
"Faktanya dari tahun 2002-2019, saat ini terdapat deforestasi hampir 1,69 juta hektar dari konsesi HTI dan 2,77 juta hektar kebun sawit. Selama hutan alam tersisa masih dibiarkan di dalam konsesi, deforestasi di masa depan akan tetap tinggi," kata Ketua Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak, Selasa, 2 November 2021
Adapun terkait dengan penurunan luas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) 2020 jika dibandingkan 2019 yang mencapai 296.942 hektar ini adalah angka kebakaran yang luasnya setara dengan 4 kali luas DKI Jakarta. Penurunan juga disebut Greenpeace disebabkan gangguan anomali fenomena La Nina, dan bukan sepenuhnya hasil upaya langsung pemerintah.
Greenpeace mengapresiasi rencana restorasi 600 ribu hektar mangrove di 2024. Namun meski rencana itu terdengar hebat, jika dibandingkan luas hutan mangrove yang rusak di Indonesia yang telah mencapai 1,8 juta hektar, Leonard mengatakan rencana itu tidak ambisius.
Dengan sikap seperti ini, baik Walhi maupun Greenpeace mendesak pemerintah agar lebih serius dalam menindaklanjuti perubahan iklim. Pemerintah harus menyadari bahwa 2 minggu ke depan dalam COP26 Glasgow ini akan sangat menentukan bagi keberlanjutan kemanusiaan.
"Indonesia perlu menunjukkan kepemimpinan yang nyata, melalui perubahan-perubahan fundamental pada sistem ekonominya yang dapat membantu untuk menghindarkan kita semua dari bencana iklim permanen di akhir abad ini," ujar Leonard Simanjuntak menanggapi pidato Jokowi.
Baca juga: Di Forum Leaders Summit, Jokowi Paparkan 3 Capain Indonesia Optimalkan Hutan
EGI ADYATAMA