TEMPO.CO, Jakarta - Untuk Kedua kalinya dalam lima tahun terakhir, Bupati Nganjuk kembali berurusan dengan komisi antirasuah. Pada 2017 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencokok Taufiqqurahman, Bupati Nganjuk saat itu. Hari ini, Senin, 10 Mei 2021, giliran Novi Rahman Hidhayat yang ditetapkan menjadi tersangka.
Bahkan, kasus yang menjerat keduanya pun sama persis, yakni jual beli jabatan. Namun bedanya, dalam penangkapan kali ini KPK tak bekerja sendiri. Penyelidikan dan penangkapan dilakukan bekerja sama dengan Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Ditipikor) Badan Reserse Kriminal Mabes Polri.
"Dalam konstruksi atau dugaan dalam penyelidikannya pada 13 April dan 16 April ada dua penyelidikan. 13 April oleh KPK dan 16 April oleh Direktorat Tipikor," ujar Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Mabes Polri Brigadir Jenderal Djoko Poerwanto, dalam konferensi pers bersama dengan KPK, Senin, 10 Mei 2021.
Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi Lili Pintauli Siregar mengatakan kerja sama ini bermula saat KPK mendapat laporan masyarakat soal dugaan adanya jual beli jabatan. Saat berkoordinasi dengan Ditipikor Mabes Polri, ternyata laporan yang sama juga mereka terima.
"Untuk menghindari adanya tumpang tindih laporan masyarakat ini, maka dilakukan koordinasi antara KPK dengan Bareskrim Mabes Polri. Ada sebanyak 4 kali dan bersepakat akan melakukan kerja sama menindaklanjuti laporan tersebut," kata Lili.
Lili mengatakan kerja sama ini mencakup pengumpulan bahan keterangan (full bucket), kegiatan penyelidikan, hingga pelaksanaan di lapangan. Hingga akhirnya tim gabungan mendapat informasi tentang rencana adanya pertemuan antara Novi dengan sejumlah camat yang diduga membahas jual beli jabatan tersebut pada Ahad, 9 Mei lalu.