TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gagal lolos asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Sedianya, tes tersebut merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi agar pegawai KPK bisa menyandang status sebagai aparatur sipil negara (ASN).
Publik mempertanyakan kegagalan tes 75 pegawai, khususnya para pegiat antikorupsi. Terlebih sebagian besar dari para pegawai adalah penyidik yang pernah dan sedang menangani perkara korupsi besar.
Banyak kejanggalan ditemukan saat sejumlah pertanyaan dalam tes bocor ke publik. Beberapa pegawai KPK yang enggan disebutkan identitasnya bercerita dan mengamini keanehan soal-soal tersebut.
Salah satunya adalah Yudi Purnomo. Ketua Wadah Pegawai KPK itu menceritakan keanehan ketika ditanya apakah mengucap selamat hari raya ke umat beragama lain dalam tahap wawancara.
"Saya pikir seharusnya pewawancara sudah mendapatkan informasi bahwa di KPK mengucapkan selamat hari raya kepada rekannya yang merayakan merupakan hal biasa, baik secara langsung maupun melalui grup WhatsApp," ujar Yudi melalui pesan teks pada Jumat, 7 Mei 2021.
Pegawai lainnya bercerita ada seorang rekannya yang malah diminta membaca syahadat, doa makan, dan bahkan qunut (doa saat Salat Subuh) dalam sesi wawancara. "Ada juga yang ditanya Islamnya, Islam apa," kata sumber ini pada Kamis, 6 Mei 2021.
Tak hanya wawancara, tes tertulis juga dirasa tak masuk akal. Ada 68 soal yang mesti dijawab berdasarkan tingkat skala dari yang paling tinggi adalah sangat sesuai sampai paling rendah, yaitu sangat tidak sesuai. Misalnya, untuk pertanyaan semua orang Jepang jahat, maka peserta diminta memilih berdasarkan skala sangat sesuai sampai sangat tidak sesuai.
Selain itu, para pegawai juga disinggung soal apakah penista agama pantas dihukum mati, ada juga soal pindah warga negara. Kemudian ada pertanyaan soal apakah percaya hal-hal ghaib dan menjalankan perintah agama tanpa mempertanyakan.
Pertanyaan lain adalah soal apakah Imam Samudra melakukan jihad, kemudian penista agama harus dihukum mati. Hukuman badan harus ditambahkan kepada narapidana. "Ada soal aborsi juga," kata sumber ini.