TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK DKI Jakarta menganggap pengelolaan penyelenggaraan Formula E tahun anggaran 2019 kurang memadai. Ada dua masalah yang ditemukan BPK ketika memeriksa anggaran penyelenggaraan Formula E.
Pertama, belum ada kejelasan ihwal pembagian tanggung jawab antara PT Jakarta Propertindo atau Jakpro dengan Pemerintah Provinsi DKI. BPK mendapati banyak pihak yang akan terlibat dalam perhelatan Formula E, di luar Jakpro.
Instansi ini yang akan menyiapkan lokasi balapan, sosialisasi dan promosi, pengaturan akomodasi, dan lainnya. Jakpro mengajukan perkiraan biaya pelaksanaan Formula E pada 2019-2024 senilai Rp 1,23 triliun.
Uang itu untuk biaya konstruksi, organisasi acara, administrasi, asuransi, pemasaran, dan lainnya. Perkiraan biaya tersebut dimasukan dalam proposal penyertaan modal daerah (PMD) PT Jakpro 2019-2024.
Namun, jumlah itu belum termasuk biaya komitmen atau commitment fee. "Di luar biaya fee kepada FEO yang dibayarkan oleh Pemprov DKI Jakarta melalui Dispora (Dinas Pemuda dan Olahraga)," demikian bunyi laporan audit BPK DKI.
Laporan BPK ini merupakan hasil pemeriksaan terhadap laporan keuangan pemerintah DKI pada 2019. Laporan terbit pada 19 Juni 2020 yang ditandatangani Kepala Perwakilan BPK DKI Pemut Aryo Wibowo.
Total uang yang sudah digelontorkan Jakpro pada 2019 sebesar Rp 439,34 miliar. Uang Jakpro berasal dari penyertaan modal daerah (PMD). Di tahun yang sama, Dispora DKI juga mengeluarkan dana untuk belanja pembayaran fee Formula E sebanyak Rp 359,99 miliar.
"Alokasi biaya yang dikeluarkan otomatis menjadi beban APBD," begitu bunyi laporan BPK.
Peraturan Gubernur DKI Nomor 83 Tahun 2019 mengatur bajwa Jakpro dapat menjalin kerja sama dengan pihak lain dalam hal pendanaan. BPK menilai konsep pendanaan dari pihak sponsor ini diperlukan sebagai alternatif pembiayaan.
Namun, aturan ini belum mengatur soal ketentuan pengelolaan pendapatan penyelenggaraan Formula E yang menjadi hak DKI dan Jakpro.
Hasil studi kelayakan atau feasibility study soal dampak ekonomi pada 2019 memperlihatkan perhelatan balap mobil listrik dapat menggerus keuangan Jakpro.
Tapi hasil studi dampak ekonomi ini juga bermasalah. Sebab, Jakpro tak memperhitungkan biaya fee dalam komposisi keuntungan gelaran Formula E.
"Hasil studi kelayakan masih belum menggambarkan aktivitas pembiayaan secara menyeluruh."
Masalah kedua adalah pengamanan keberlanjutan kegiatan terkait pandemi Covid-19 belum memadai. Ajang balap Formula E di Jakarta yang semula diagendakan pada 2020 terpaksa ditunda karena pandemi.
Baca juga : Audit BPK Soal Formula E yang Disebut Untung Jakpro: DKI Tak Hitung Dana Keluar
BPK berpendapat asumsi hitung-hitungan untung rugi yang tercantum dalam studi kelayakan bisa berubah. Pemerintah DKI telah mengucurkan fee kepada promotor sekaligus pemegang lisensi Formula E, FEO, senilai GBP 53 juta atau setara Rp 983,31 miliar.
Anggaran tersebut digelontorkan untuk fee Formula E yang dibayarkan pada 2019 senilai GBP 20 juta atau setara Rp 360 miliar.
Pada 2020, pemerintah DKI membayarkan fee senilai GBP 11 juta atau setara Rp 200,31 miliar dan bank garansi senilai GBP22 juta atau setara Rp 423 miliar.
Jakpro telah merenegosiasi dengan FEO untuk menarik biaya bank garansi senilai GBP 22 juta. FEO telah mengirimkan surat persetujuan penarikan dana ini pada 13 Mei 2020. Sayangnya, fee tahap 1 musim penyelenggaraan 2020/2021 sebanyak GBP 11 juta tak bisa dikembalikan.