TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo berencana untuk merevisi Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Keputusan Jokowi itu sempat mendapat sambutan baik dari masyarakat, khususnya mereka yang pernah menjadi korban di UU ITE.
Berkumpul di acara "Mimbar Bebas Represi" yang digelar Koalisi Masyarakat Sipil, para korban mengingat dan menceritakan kembali dampak pemidanaan dengan UU ITE yang mereka alami.
Salah satunya adalah Baiq Nuril. Ia merupakan korban UU ITE yang dilaporkan karena merekam dugaan pelecehan seksual oleh atasannya. Baiq Nuril berharap UU ITE betul-betul direvisi. Ia mengatakan sangat tak menyenangkan menjadi korban UU ITE seperti yang dia alami.
Lalu komika Muhadkly Acho. Ia dilaporkan ke polisi setelah menulis kekecewaan membeli Apartemen Green Pramuka di blog pribadinya. Pelapor adalah kuasa hukum dari pihak pengembang.
Nasib yang sama juga dialami Marco Kusumawijaya, pakar tata kota sekaligus mantan Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Marco dilaporkan oleh Masco Afrianto Lumbantobing karena cuitannya di Twitter soal protes terhadap pasir putih Bangka di Jakarta untuk reklamasi PIK 2.
Ketiganya bersatu bukan hanya karena menjadi korban UU ITE. Namun juga memiliki kesamaan lantaran mengkritik kinerja seseorang dengan kedudukan tinggi.
Paguyuban Korban Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan tiga kelompok yang paling sering menggunakan UU ITE untuk melaporkan ke polisi. Mereka adalah pejabat pemerintah, pengusaha dan polisi.
“Menurut data yang kami terima orang yang paling banyak menggunakan Undang-undang ITE ini tiga klaster tersebut,” kata Koordinator PAKU ITE, Muhammad Arsyad dalam diskusi daring, pada 19 Februari 2021.