TEMPO.CO, Jakarta - Riuh pendapat naturalisasi versus normalisasi sungai muncul lagi. Pada awal 2020, silang pendapat timbul akibat komentar Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basoeki Hadimoeljono yang menyebut normalisasi Sungai Ciliwung tidak ampuh menangkal banjir setelah bah meluap di Jabodetabek.
Tahun ini, polemik itu muncul akibat dihapusnya program normalisasi dalam draf perubahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Jakarta 2017-2022. Fraksi Partai Solidaritas Indonesia atau PSI di DPRD DKI memprotes dihilangkannya progam ala mantan orang nomor 1 di Ibu Kota, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok itu.
Baca: PKS: Naturalisasi atau Normalisasi Sungai, Warga Tak Persoalkan
Wakil Ketua Fraksi PSI, Justin Adrian Untayana mendesak program normalisasi sungai segera direalisasikan untuk mencegah banjir di Ibu Kota. Menurut dia, air kiriman dari daerah penyangga secepatnya mengalir ke laut melalui sungai yang telah dinormalisasi alias dilebarkan.
"Secara faktual terlepas dari PSI mendorong atau tidak, normalisasi sungai adalah mutlak dibutuhkan oleh DKI Jakarta," kata dia dalam konferensi pers virtual, Kamis, 11 Februari 2021. Menurut dia, normalisasi sungai adalah satu-satunya cara menanggulangi banjir di DKI,
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menilai penghapusan program normalisasi sungai itu untuk kepentingan dan kebaikan masyarakat. Kepala Bappeda Provinsi DKI Jakarta, Nasruddin Djoko Surjono membantah normalisasi dihapus dari Perubahan RPJMD.
Normalisasi sungai tetap tercantum dalam Bab IV. “Ini sejalan dengan kesepakatan bersama Rencana Aksi Penanggulangan Banjir dan Longsor di Kawasan Jabodetabekpunjur 2020-2024," ujar Nasruddin.