Anies Baswedan menetapkan definisi naturalisasi sungai dalam Peraturan Gubernur DKI Nomor 31 Tahun 2019. Di dalam aturan itu dijelaskan bahwa naturalisasi adalah pengelolaan sungai melalui pengembangan ruang terbuka hijau dengan memperhatikan kapasitas tampungan fungsi pengendalian banjir, dan konservasi.
Konsep naturalisasi ini menggunakan teknik pembangunan dinding sungai dengan bronjong batu kali, sehingga membutuhkan area landai hingga 12,5 meter di setiap sisi. Teknik ini berbeda dengan program normalisasi yang memakai beton di tepian sungainya. Pemulihan daya tampung sungai dalam program naturalisasi dilakukan dengan cara mengeruk sampah dan sedimen.
"Salah satunya (solusi) ada soal naturalisasi sungai. Bagaimana sungai itu bisa mengelola air dengan baik, bagaimana mengamankan air tidak melimpah, tapi juga ekosistem sungai dipertahankan," kata Anies di Jakarta Utara pada Rabu, 7 Februari 2018 tentang konsep naturalisasinya digaungkannya.
Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga pernah menjelaskan perbedaan antara kedua konsep ini. Normalisasi atau pemasangan dinding beton, kata dia, bakal membuat aliran air semakin kencang menuju hilir. Proyek ini dinilai cepat selesai dan terlihat. Sedangkan naturalisasi adalah membenahi sungai secara alamiah, yakni pembuatan tebing sungai dengan tanah yang ditanami pohon.
“Dengan begitu, air menyerap tidak seperti normalisasi (pemasangan dinding beton),” kata Nirwono, Senin, 12 Februari 2018. Normalisasi akan mempercepat sedimentasi lumpur di sungai. Naturalisasi memberikan manfaat utamanya terhadap ekosistem dan ketersediaan air tanah.
Nirwono menilai program naturalisasi lebih ekonomis dan praktis. Sedangkan program naturalisasi butuh waktu lama untuk melihat hasilnya. “Kalau normalisasi, setelah dilakukan, bisa langsung terlihat, tapi naturalisasi membutuhkan waktu kurang-lebih lima tahun, baru kelihatan hasilnya.”
Berbeda dengan Nirwono, ahli hidrologi Firdaus Ali menilai konsep naturalisasi sungai hanya cocok untuk fungsi estetika. Konsep yang benar untuk pengendalian banjir menurut dia adalah normalisasi. Dalam rapat bersama panitia khusus penanganan banjir (Pansus Banjir) DPRD DKI dan Kepala Dinas Sumber Daya Air pada Oktober 2020 lalu, Firdaus sempat menyinggung narasi Anies Baswedan tentang naturalisasi sebagai konsep penanganan banjir.
“(Kata Anies) melawan sunnatullah kalau air laut dialirkan melalui gorong-gorong ke laut. Karena yang desain gorong-gorong salah satunya saya. Dihadirkan narasi baru, naturalisasi, saya lihat rekaman YouTube. Ini penyesatan,” ujar Staf Khusus Menteri PUPR itu.
Pemerintah pusat, kata Firdaus, telah menjamin proses fisik kontruksi dalam normalisasi untuk penanganan banjir di Jakarta. Namun, kata dia, pembebasan lahan tak kunjung dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta.
Menanggapi polemik naturalisasi vs normalisasi terbaru, Nirwono menyarankan agar Anies Baswedan bisa mengharmonisasikan kedua program itu. Di negara lain, kata dia, harmoni itu bisa dilakukan.