Salah satu pengusul RUU Larangan Minuman Beralkohol, Illiza Sa'aduddin Djamal berkukuh RUU tersebut mendesak dibahas. Illiza mengatakan beleid ini diperlukan untuk menyelamatkan generasi bangsa dari bahaya penyalahgunaan alkohol.
Illiza bahkan terbuka mengganti judul RUU Larangan Minuman Beralkohol agar lebih diterima para koleganya dan publik. Misalnya dengan menghapus kata larangan atau menggantinya dengan kata pengendalian atau pengetatan.
"Yang terpenting di dalamnya kami tetap mengatur tentang pelarangan selain yang dikecualikan," kata Illiza kepada Tempo, Sabtu, 14 November 2020.
Illiza pun meyakini RUU Larangan Minuman Beralkohol akan masuk dalam Program Legislasi Nasional 2021 yang sebentar lagi ditetapkan DPR bersama pemerintah. Sebab saat ini, RUU tersebut sudah tahap harmonisasi di Badan Legislasi DPR.
Secara politik, dukungan terhadap RUU Larangan Minuman Beralkohol sejatinya lemah. Tiga fraksi besar di DPR mengisyaratkan tak setuju dengan rancangan tersebut, yakni Fraksi Golkar, PDI Perjuangan, hingga NasDem.
Ketua Baleg Supratman Andi Agtas mengatakan berlanjut atau tidaknya RUU Larangan Minuman Beralkohol tergantung sikap politik setiap fraksi. Supratman pun mengklaim DPR akan memperhatikan dinamika di publik.
"Itu pasti akan jadi pertimbangan DPR sebelum mengusulkannya menjadi usul inisiatif," kata Supratman kepada Tempo, Jumat, 13 November 2020.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly belum banyak berkomentar ihwal sikap pemerintah terhadap RUU Larangan Minuman Beralkohol ini. Ia tak menjawab saat ditanya apakah pemerintah ingin membahas RUU tersebut dalam Prolegnas 2021.
"Kami lihat dulu deh. Baleg sendiri saya kira masih ada yang berbeda pendapat," kata Yasonna melalui pesan singkat, Ahad, 15 November 2020.