Pengusaha minuman beralkohol tradisional bermerek Pondoh dari Yogyakarta, Rangga Purbaya menilai RUU Larangan Minuman Beralkohol ini sebuah kemunduran. Ia mengatakan aturan ini akan berdampak untuk industri, baik yang belum berizin maupun yang berizin.
Rangga mengatakan pemerintah seharusnya membuat regulasi bukan untuk melarang, tetapi meningkatkan kualitas minuman beralkohol. Misalnya dengan memastikan setiap produsen minuman beralkohol memenuhi standar kesehatan.
"Harusnya regulasi untuk meningkatkan kualitasnya sehingga produsen bisa mencapai standar keamanan dan kesehatan yang ada," kata Rangga kepada Tempo, Ahad, 15 November 2020.
Bukan cuma dinilai abai pada keberagaman dan sejarah, RUU Larangan Minuman Beralkohol juga dianggap membuka keran overkriminalisasi. Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu mengatakan pendekatan larangan minol ini akan berdampak negatif bagi peradilan pidana di Indonesia.
Erasmus menyoroti ketentuan pidana bagi siapa pun yang mengonsumsi minuman beralkohol. Dalam RUU tersebut, siapa pun yang mengonsumsi minuman beralkohol golongan A, golongan B, golongan C, minuman beralkohol tradisional, dan minuman beralkohol racikan diganjar hukuman penjara paling sedikit 3 bulan dan paling lama 2 tahun atau denda minimal Rp 10 juta dan maksimal Rp 50 juta. "Pendekatan prohibitionist terhadap alkohol adalah pendekatan usang," kata Erasmus.