Dia meminta pemerintah pusat dan daerah mengetatkan pengawasan terhadap protokol kesehatan. Tak hanya di simpul-simpul transportasi, pengawasan juga dilakukan titik-titik ramai, seperti lokasi wisata.
Tempat peristirahatan atau rest area pun menjadi zona yang mesti diawasi dengan saksama karena akan menjadi spot pemudik untuk berkumpul selama melakukan perjalanan. Sebagai upaya antisipasi, Tulus menyarankan pemerintah membatasi kapasitas tempat peristirahatan tersebut.
“Kemudian di SPBU (stasiun pengisian bahan bakar umum), terminal, dan restoran-restoran pun harus dijaga. Paling tidak Satpol PP atau petugas harus bergerak aktif,” ucapnya.
Staf Khusus Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi, mengatakan pemerintah telah melakukan pelbagai upaya untuk mencegah munculnya klaster libur panjang. “Kami akan terus dengan yang sudah dilakukan, yaitu peningkatan kepatuhan terhadap protokol kesehatan,” tutur Jodi saat dihubungi melalui pesan pendek.
Jodi menyebut pemerintah menggencarkan operasi yustisi hingga tiga kali sehari karena sejumlah pihak belum patuh terhadap protokol kesehatan. Petugas pun diberi wewenang memberikan sanksi bagi pihak-pihak yang melanggar. Sanksi itu berupa push-up, menyanyikan sebuah lagu, hingga penyitaan kartu identitas atau KTP. Namun Jodi memastikan belum ada denda untuk pihak-pihak yang tidak tertib ini.
Kemudian, pengetatan protokol dilakukan dengan pengoptimalan sistem manajemen informasi. “Kami mengedepankan prinsip kecepatan, integrasi tes dengan lacak-isolasi, dan satu data (interoperabilitas),” tuturnya. Pemerintah akan mendukung penguatan sistem New All Record (NAR) dan mendorong kepala daerah maupun tenaga kesehatan rutin mengisi data dalam sistem tersebut.
“Terkait manajemen perawatan, semua rumah sakit akan terus dipantau suplai dan logistik laboratorium,” ucapnya.