Pandu Riono was-was akan munculnya klaster baru Covid-19 pasca-pemerintah menetapkan libur panjang cuti bersama Maulid Nabi SAW 1442 Hijriah 28-31 Oktober. Pakar epidemologi dari Universitas Indonesia itu khawatir libur panjang yang memicu peningkatan pergerakan masyarakat akan memperbesar jumlah kasus positif corona di Tanah Air.
“Warga pergi dalam jangka waktu lama, apa pun alasannya, akan menjadi faktor utama penularan virus. Akibatnya, kita kesulitan menekan kasus Covid-19,” kata Pandu menceritakan kegelisahannya kepada Tempo, Rabu, 28 Oktober 2020.
Lewat media sosial Twitter-nya baru-baru ini, Pandu juga menyayangkan keputusan pemerintah menetapkan cuti bersama. Seharusnya, kata Pandu, cuti bersama dihapus dari kalender saat pandemi belum mereda. Kondisi ini merujuk pada data peningkatan harian kasus Covid-19 di Indonesia yang trennya rata-rata masih di atas 3.000.
Libur panjang selama pandemi corona sebelumnya telah menjadi pendorong bertambahnya jumlah kasus positif Covid-19. Fenomena itu terjadi pada libur panjang Agustus lalu yang memantik penambahan rata-rata kasus Covid-19 dari 3.000-an kasus menjadi 4.0000-an kasus. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bahkan menarik rem darurat dengan memutuskan kebijakan pembatasan sosial berskala besar sekitar dua pekan setelah libur panjang.
Mobilisasi masyarakat pada masa libur dua bulan lalu juga memicu munculnya klaster-klaster baru di sembilan daerah yang akhirnya ditetapkan sebagai zona merah. Sembilan daerah tersebut adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Bali, dan Sumatera Utara.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menduga peningkatan kasus harian karena libur panjang tak dapat dihindari. “Dampak dari libur panjang akan meningkatkan kasus Covid-19 secara masif karena lemahnya protokol kesehatan di lapangan,” kata Tulus.