TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah kejar tayang menyelesaikan Omnibus Law Rancangan Undang-undang atau RUU Cipta Kerja. RUU ini digadang-gadang dapat menarik minat investor asing menanamkan modal di Tanah Air. Investasi asing, menjadi andalan pemerintah mengatrol pertumbuhan ekonomi di masa pandemi, setelah konsumsi atau daya beli masyarakat melemah.
Badan Legislasi DPR dikabarkan selesai membahas draf RUU Cipta Kerja, termasuk klaster ketenagakerjaan. Klaster ketenagakerjaan dalam aturan ini lah mendapat kritik keras para buruh karena dituding merugikan para pekerja. Anggota Panja RUU Cipta Kerja dari Gerindra, Obon Tabroni mengatakan adanya peluang RUU disahkan pada rapat paripurna awal bulan ini.
"Tanggal 8 kemungkinan akan dilakukan rapat paripurna," kata Obon dalam diskusi virtual, Senin, 28 September 2020. Padahal empat hari sebelumnya, kluster ketenagakerjaan belum dibahas pemerintah dan DPR. Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Elen Setiadi mengatakan pemerintah menampung usulan dari semua pihak yang berkepentingan.
“Masih kami dalami lagi. Namun kami juga pernah melakukan diskusi di nasional yang diikuti oleh beberapa ketua umum serikat pekerja dan serikat buruh, ada Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia) dan Kadin (Kamar Dagang dan Industri) juga di situ," kata Elen, Kamis, 24 September 2020 lalu. Sembari menyusun RUU, pemerintah telah menyiapkan peraturan pelaksanaannya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto ingin RUU Cipta Kerja segera dapat disahkan. Dia berharap regulasi anyar tersebut selesai dalam masa sidang tahun ini. DPR mengklaim pembahasan RUU ini telah dilakukan secara transparan dan melibatkan masyarakat, buruh hingga investor. Ketua DPR Puan Maharani berjanji Omnibus Law tidak hanya menguntungkan pengusaha. “Jangan ada satu pihak dirugikan, namun ada pihak yang lebih diuntungkan," kata Puan.