Mulusnya proses legislasi Omnibus Law sejalan dengan kerasnya penolakan dari kaum buruh. Puluhan pimpinan Konfederasi dan Federasi Serikat Pekerja sepakat mogok nasional sebagai sikap penolakan RUU Cipta Kerja. Lima juta buruh di ribuan perusahaan disiapkan mengikuti aksi ini. Mogok nasional akan digelar selama tiga hari, mulai 6 Oktober 2020 dan berakhir pada saat sidang paripurna yang membahas RUU Cipta Kerja tanggal 8 Oktober 2020.
Buruh mencap RUU Cipta Kerja hanya menguntungkan pengusaha. Pasalnya pengusaha bebas mempekerjakan buruh kontrak dan outsourcing di semua jenis pekerjaan, tanpa batasan waktu. Selain itu Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dihilangkan dan nilai pesangon dikurangi.
Serikat pekerja telah bernego dengan pemerintah terkait perlindungan minimal kaum buruh yang sudah diatur di UU Ketenagakerjaan agar tidak dikurangi. "Tetapi faktanya omnibus law mengurangi hak-hak buruh yang ada di dalam undang-undang eksisting,” kata Said Iqbal Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).
Penghapusan UMK dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja dituding akan menurunkan pendapatan kaum buruh. Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) memprediksi tingkat kesejahteraan 12,4 juta pekerja di Jawa akan turun. Pasalnya pada 2019, upah dari 12,4 juta buruh ini telah berada diatas UMK.
Tak hanya itu, peneliti IDEAS Askar Muhammad Askar menyebut penghapusan UMK ini menekan tingkat upah 39,4 juta pekerja Jawa secara keseluruhan. "Khususnya pekerja tidak tetap dengan sistem pengupahan mingguan, harian, borongan dan per satuan hasil,” kata Askar.