TEMPO.CO, Jakarta - Tahapan pendaftaran bakal calon kepala daerah atau Pilkada 2020 resmi ditutup Ahad kemarin. Hasil pencatatan sementara lembaga Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dari 270 daerah yang menyelenggarakan pemilihan kepala daerah setidaknya ada 27 daerah yang kemungkinan hanya diikuti satu pasangan calon.
Direktur Perludem, Khoirunnisa Agustyati, mengatakan tren munculnya calon tunggal meningkat. Pada Pilkada 2015 calon tunggal hanya ada di tiga daerah. Jumlah ini naik menjadi 9 daerah (2017), 16 daerah (2018), dan 27 daerah (2020). Ia menilai gejala ini tak lepas dari syarat mencalonkan yang tinggi baik dari jalur partai maupun perseorangan.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada mensyaratkan partai atau gabungan partai bisa mengusung pasangan calon jika memiliki minimal 20 persen kursi DPRD. Sedangkan calon perseorangan wajib mengumpulkan dukungan antara 6,5-10 persen dari jumlah masyarakat yang tercatat dalam daftar pemilih tetap (DPT).
Khoirunnisa menilai proses kaderisasi di partai politik yang belum baik ikut mempengaruhi tren kenaikan calon tunggal dalam Pilkada. "Saat Pilkada mereka harus berkoalisi untuk mencari figur yang potensi menangnya besar. Sehingga ketika ada calon yang memiliki popularitas tinggi semua partai bergabung," katanya saat dihubungi Tempo, Senin, 7 September 2020.
Menurut Khoirunnisa, peluang calon tunggal untuk menang sangat besar. Ia menuturkan selama ini hanya di Kota Makassar saja yang calon tunggal pernah keok dari kotak kosong.
Tingginya kemenangan calon tunggal, ujar Khoirunnisa, dipengaruhi minimnya informasi dan edukasi pada masyarakat bahwa calon tersebut tidak wajib dipilih. Ada ketidaksetaraan perlakuan dari penyelenggara Pemilu antara calon tunggal dan kotak kosong.
Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan merupakan salah satu kabupaten yang calonnya hanya akan melawan kotak kosong pada Pilkada Serentak 2018 yaitu Pasangan Muslimin Bando-Asman
Tugas penyelenggara Pemilu, menurut Khoirunnisa, tidak hanya mensosialisasikan jika di daerah tersebut hanya diikuti satu pasangan calon. KPU diminta mempromosikan pula kotak kosong lewat kampanye yang mereka fasilitasi melalui APBD seperti saat penyebaran alat peraga, debat publik, dan kampanye di media massa.
"Gak hanya menyampaikan ke publik bahwa di daerah ini hanya ada calon tunggal tapi juga ada kotak kosong. Perlakuan gak setara ini yang membuat publik merasa calon tunggal ini wajib dipilih. Sehingga ketika datang ke TPS hanya memilih paslon itu," tuturnya.
Kendati peluang kemenangan calon tunggal tinggi, menurut Khoirunnisa, bukan berarti mereka bisa dikalahkan oleh kotak kosong. Jika ada pihak-pihak yang menggerakkan masyarakat agar memilih kotak kosong maka kejadian seperti di Pilkada Makassar 2018 bisa terulang.