TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perhubungan sedang mengebut pembahasan stimulus penerbangan untuk menyelamatkan bisnis penerbangan domestik yang sudah di ujung tanduk. Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Novie Riyanto, mengatakan rencana untuk pelaku aviasi bisa saja berupa bantuan yang berasal dari anggaran negara, bisa pula hanya berupa kelonggaran regulasi tertentu.
“Bentuknya masih dbahas, belum bisa dipastikan, tapi kami perjuangkan bisa membantu,” ucapnya kepada Tempo di kompleks Dewan Perwakilan Rakyat, Senayan, Rabu 15 Juli 2020.
Usulan yang muncul, menurut Novie, bukan barang baru. Rencana yang digodok kementerian beragam, mulai dari rencana dukungan dana untuk pembiayaan rapid test calon penumpang yang kini dibiayai sendiri oleh maskapai, program potongan kewajiban parkir pesawat, termasuk diskon pungutan jasa kenavigasian.
Bantuan ini jadi urgensi untuk mencegah timbulnya dampak berlapis jika maskapai telanjur kolaps, seperti hilangnya konektivitas ke daerah strategis atau lumpuhnya kegiatan pengiriman barang ekspress.
“Kita bersyukur belum ada yang bangkrut, makanya kalau insentifnya tembus (disetujui), ya bagus,” ucapnya. Selama pandemi Covid-19 hingga masa transisi menuju skema kegiatan baru alias new normal, pemerintah sudah menaikkan batasan keterisian pesawat yang semula hanya separuh menjadi 70 persen.
Lewat persetujuan Kementerian Keuangan, ada juga keringanan pajak penghasilan (Pph) pasal 21, 23, dan 25, juga pelonggaran kewajiban Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), terhadap pelaku usaha yang terdampak pandemi. Maskapai milik negara, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, juga rencananya dikucuri dana talangan hingga Rp 8,5 triliun untuk mempertahankan bisnisnya.