TEMPO.CO, Jakarta - Joko Soegiarto Tjandra atau Joko Tjandra dan Maria Paulina Lumowa sama-sama buronan dalam kasus yang melibatkan duit dalam jumlah besar. Tapi keduanya punya nasib berbeda.
Menjadi buronan selama 17 tahun, pemerintah berhasil mengekstradisi Maria Paulina dari Serbia. Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly sendiri yang membawa pulang Maria dari Serbia pada 8 Juli 2020. “Ekstradisi ini menunjukkan komitmen kehadiran negara dalam upaya penegakan hukum terhadap siapapun yang melakukan tindak pidana di wilayah Indonesia,” kata Yasonna lewat keterangan pers hari itu.
Maria melarikan diri pada September 2003 ke Singapura sebulan sebelum dijerat sebagai tersangka oleh tim khusus bentukan Polri. Perempuan kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara, 27 Juli 1958 itu menjadi warga negara Belanda. Terpidana kasus pembobolan Bank BNI senilai Rp 1,7 triliun ini diketahui juga sering bolak-balik ke Singapura. Upaya pengejaran mendapat titik terang saat Maria Paulina ditangkap National Central Bureau Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla pada 2019 lalu. Penangkapan Maria Lumowa berdasarkan red notice alias permintaan untuk menangkap dari Interpol yang terbit sejak 22 Desember 2003.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly (kanan) bersama delegasi dalam upaya pemulangan Maria Pauline Lumowa dari Serbia. Maria dinyatakan buron setelah diketahui sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003, sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka. Twitter/@Kemenkumham_RI
Sebagai buronan kasus pengalihan hak tagih Bank Bali, Interpol sebenarnya juga menerbitkan red notice untuk Joko Tjandra. Penerbitan red notice atas permintaan pemerintah Indonesia itu dilakukan sejak 10 Juli 2009. Permintaan penangkapan itu terbit sebulan setelah Joko Tjandra divonis bersalah dalam kasus cessie Bank Bali. Dalam putusan Peninjauan Kembali yang diajukan Kejaksaan Agung itu, Joko divonis 2 tahun penjara. Duit Joko di Bank Bali sebanyak Rp 546 miliar pun dirampas negara.
Namun, sehari sebelum vonis diketuk, Joko Tjandra keburu kabur ke Papua Nugini. Di negara itu, Joker-julukan untuk Joko Tjandra-mendapatkan paspor pada 2012 dengan nama samaran Joe Chan. Joko juga diketahui kerap berkunjung ke Malaysia. Joker menjalankan bisnisnya dari negeri Jiran tersebut.
Sebelas tahun menyandang status buron, Kemenkumham menyatakan mendapat pemberitahuan dari NCB Interpol bertanggal 5 Mei 2020. Interpol menyampaikan bahwa red notice atas nama Joko Tjandra telah terhapus dalam sistem basis data terhitung sejak 2014, karena tidak ada permintaan lagi dari Kejaksaan Agung. “Ditjen Imigrasi menindaklanjuti dengan menghapus nama Joko Tjandra dari Sistem Perlintasan pada 13 Mei 2020,” ujar Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi, Arvin Gumilang pada 30 Juni 2020.