Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin sempat menyinggung terhapusnya Joko Tjandra dari daftar hitam ini dalam Rapat Kerja dengan DPR pada 29 Juni 2020. Dia mengatakan pencekalan terhadap Joko Tjandra yang sudah menjadi terpidana semestinya tidak memiliki batas waktu.
Meski sudah bertahun-tahun tidak tinggal di Indonesia, Joko Tjandra ternyata mengetahui bahwa red notice untuk dirinya sudah dicabut. Kuasa hukum Joko, Anita Kolopaking mengatakan kliennya masuk ke Tanah Air tanpa mengendap-endap. Ia berkoordinasi dengan Joko mengenai kedatangannya di Indonesia untuk mendaftarkan permohonan PK. “Pak Joko bilang bahwa dia sudah tidak lagi masuk red notice. Saya cek ke teman-teman ternyata betul,” kata Anita.
Anita mendapatkan kabar bahwa Joko Tjandra sudah tiba di Indonesia pada 7 Juni 2020. Keesokan paginya, mereka datang ke Kelurahan Grogol Selatan untuk melakukan perekaman e-KTP. KTP lama Joko sudah tidak berlaku sejak 2012. Joko tiba di Kelurahan Grogol Selatan pada pukul 07.00, setengah jam sebelum lazimnya pelayanan dibuka. Saat mengajukan permohonan KTP itu, Joko sebenarnya juga sudah bukan warga negara Indonesia.
Setelah mengantongi KTP, Anita dan Joko bergegas ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mendaftarkan permohonan PK pada 8 Juni 2020. Sebagaiman tercantum dalam Surat Edaran Mahkamah Agung mengenai PK, Joko diharuskan datang ke sidang setidaknya satu kali. Akan tetapi, Joko Tjandra tidak hadir dalam sidang perdana 29 Juni dan 6 Juli 2020. Dua kali menunda sidang, hakim memberi ultimatum supaya Joko hadir pada sidang 20 Juli mendatang.
Menurut Anita, sebetulnya kliennya ingin hadir dalam sidang tersebut. Namun, isu kepulangan Joko Tjandra keburu ramai. Di kalangan wartawan, beredar pesan yang berisi informasi bahwa Joko Tjandra tertangkap pada 27 Juni 2020. Saat itu, Kejaksaan Agung tak bisa memastikan isu tersebut. Belakangan diketahui, pada hari yang sama Kejaksaan Agung baru meminta kembali Ditjen Imigrasi memasukan nama Joko Tjandra ke dalam Daftar Pencarian Orang.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud Md menyentil Polri dan Kejaksaan Agung yang sampai hari ini belum bisa menangkap Joker. Dia mengatakan negara akan malu bila dipermainkan Joko Tjandra. “Malu negara ini kalau dipermainkan oleh Joko Tjandra,” kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu pada 8 Juli 2020.
Ia mengatakan telah melakukan pertemuan dengan Polri, Kejagung, Imigrasi dan Kemendagri atas pengajuan PK Joko Tjandra ini. Mahfud berencana mengaktifkan kembali Tim Pemburu Koruptor yang pernah dibentuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sejumlah kalangan menganggap usul ini kontraproduktif dan malah berpotensi memunculkan tumpang tindih kewenangan dalam upaya menangkap Joko Tjandra.
Bagaimanapun, lihainya sang Joker keluar-masuk Indonesia tanpa terdeteksi mendapatkan banyak sorotan. Anggota Komisi Hukum DPR Benny Kabur Harman menduga ada orang kuat yang membantu Joko Tjandra. “Tidak mungkin Joko bisa masuk tanpa lampu hijau yang diberikan pejabat penting di Republik ini,” kata dia.
Cerita mantan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo memperkuat dugaan bahwa Joko Tjandra punya akses yang luas ke lingkaran kekuasaan. Mengutip Majalah Tempo edisi 12 Juli 2020, Prasetyo menuturkan pernah diajak bicara empat mata dengan Jaksa Agung Malaysia Tan Sri Mohamed Apandi Ali pada 2015.
Melalui Apandai, kata Prasetyo, Joko Tjandra menitipkan pesan ingin pulang ke Tanah Air. Syaratnya, pemerintah harus menghapuskan kasus hukumnya. Sebagai imbalan, Joko berjanji membawa pulang hartanya ke Indonesia. Politikus Partai NasDem ini mengaku menolak mentah-mentah permintaan Apandi. Sejak mendapat titipan pesan itu, Prasetyo paham mengapa permohonan ekstradisi pemerintah Indonesia untuk Joko Tjandra tak pernah disambut otoritas Malaysia. “Dengan koneksi dan uang, tak sulit baginya melakukan apapun,” kata Prasetyo.
Tak cuma itu, Prasetyo kembali terperangah oleh luasnya koneksi Joko Tjandra tatkala mendapatkan undangan diskusi empat mata dari seorang pejabat yang kala itu menjabat Menkopolhukam. Prasetyo mengatakan si pejabat itu meminta Prasetyo mengkaji usul membebaskan Joko Tjandra dari jerat hukum. Jaksa Agung Prasetyo mengaku kembali menolak usul itu.
MAJALAH TEMPO | KORAN TEMPO