TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah ekonom meminta pemerintah berhati-hati dalam menyiapkan data penerima manfaat bantuan jaring pengamanan sosial di masa pandemi virus corona. Penghimpunan data tersebut mesti dikawal serius lantaran rawan ditunggangi penumpang gelap.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bima Yudhistira, menilai risiko penumpang gelap muncul karena penghimpunan data saat ini dilakukan secara kilat. Ia mencontohkan program kartu prakerja. Berdasarkan pengamatannya, pemerintah hanya memiliki waktu sekitar sepekan untuk mengakurasi nama-nama yang layak menerima bantuan untuk program anyaran ini.
Padahal, target penerima manfaat kartu tersebut tergolong besar, yakni mencapai 164 ribu orang per pekan atau 5,6 juta pendaftar selama 2020. "Memang ini proyek bandung bodowoso. Deadline data disetor tanggal 1 April dan tanggal 7 April sudah rencana dijalankan," ujar Bhima kepada Tempo, Kamis, 9 April 2020.
Bhima khawatir penghimpunan data kilat ini tidak disertai dengan akurasi berlapis sehingga ke depan akan berisiko memunculkan masalah terkait validitas data penerima kartu. Di samping itu, ia memandang pengawasan publik terhadap penggunaan anggaran dalam penanganan masalah virus corona juga terbatas.
Musababnya, lembaga keuangan negara ditengarai akan kebal hukum karena dilindungi oleh Pasal 27 Peraturah Pemerintah Nomor 1 Tahun 2020. Dalam pasal itu disebutkan, lembaga keuangan negara tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata.
Pandangan seragam juga disampaikan Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal. Faisal mengatakan pemerintah perlu memiliki skema yang jelas dalam mendata penerima program bantuan sosial, khususnya kartu prakerja yang tergolong baru. Ia menyebut, dalam hal ini, pemerintah pusat harus berkoordinasi secara insentif dengan pemerintah daerah.
Sebab pemerintah daerah nantinya akan menjadi pelaksana dalam realisasi pemberian bantuan ini. "Pengawasan paling penting sebetulnya dari pusat ke pemda karena yang tahu kondisi lapangan adalah pemda," ucapnya.
Pemerintah sebelumnya mengumumkan akan memberikan stimulus kepada masyarakat yang rentan terdampak wabah virus corona. Berdasarkan catatan Tempo, pemerintah akan memberikan program kartu prakerja, terutama untuk pekerja yang terdampak pemutusan hubungan kerja atau PHK, kepada 5,6 juta penerima manfaat sepanjang 2020.
Jumlah ini naik drastis lantaran semula, pemerintah hanya menargetkan 2 juta pengguna. Penambahan jumlah penerima bantuan tersebut berdampak terhadap kenaikan kebutuhan anggaran dari semula Rp 10 triliun menjadi Rp 20 triliun.
Selanjutnya, pemerintah juga akan memberikan stimulus berupa keringanan hingga penggratisan pembayaran listrik untuk pelanggan 450 VA dan 900 VA bersubsidi. Insentif ini akan dikucurkan selama tiga bulan, yakni mulai April, Mei, hingga Juni mendatang.
Tak hanya itu, pemerintah bakal memberikan keringanan pembayaran kredit berupa penangguhan bunga dan pokok untuk kredit usaha rakyat atau KUR selama enam bulan. Pemberian stimulus itu telah diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11/PJK.03/2020. Kebijakan restrukturisasi ini berlaku untuk kredit atau pembiayaan yang diberikan sebelum maupun setelah debitur terimbas dampak virus corona.