Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris sebelumnya memperkirakan bahwa defisit program JKN pada tahun 2019 mencapai Rp 16 triliun. Prediksi itu disampaikan Fachmi dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional, dan Menteri Kesehatan, di Gedung DPR, pada pertengahan Desember 2019.
Fachmi menjelaskan terdapat potensi surplus segmen PBI yang akan dialokasikan untuk pembayaran klaim rumah sakit. Pembayaran klaim menjadi prioritas karena akan terdapat carry over defisit dari tahun ini ke 2020.
"Surplus (segmen PBI) akan digunakan terlebih dahulu untuk membayar klaim rumah sakit, klaim carry over, karena masih ada carry over ke tahun depan. Proyeksinya (defisit) itu Rp 16 triliun," ujar Fachmi.
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Peduli Aceh (GeMPA) melakukan aksi penggalangan koin untuk iuran BPJS Kesehatan di Kota Meulaboh, Aceh Barat, Selasa, 12 November 2019. Pada hari ini (13/11), mereka menyerahkan koin tersebut ke kantor BPJS Kesehatan cabang Meulaboh. ANTARA
Proyeksi tersebut lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan awal. BPJS Kesehatan memproyeksikan defisit 2019 dapat menyentuh Rp 32,89 triliun jika kenaikan iuran tidak berlaku.
Di luar pemerintah, beberapa pihak juga menyoroti putusan MA ini. Guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany, misalnya mempertanyakan putusan MA ini. “MA itu hakimnya memahami dengan benar apa enggak. Ini urusan ekonomi, diputuskan secara hukum,” kata dia.
Pasalnya, kata Hasbullah, kenaikan iuran yang diberlakukan pemerintah sudah sesuai dengan UU SJSN. Menurut dia, UU tersebut memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menyesuaikan iuran secara berkala. Di sisi lain, iuran BPJS di Indonesia rata-rata sebenarnya hanya Rp 37 ribu per orang per bulan, jauh lebih rendah dari negara lain.
Untuk itu, Hasbullah berharap ada penjelasan lengkap dari MA, mengapa Perpres 75 Tahun 2019 dianggap melanggar UU. Ia berharap ada pertimbangan dan argumentasi lengkap dari BPJS mengenai hal ini. “Jangan-jangan hakimnya memang tidak memahami,” kata dia.
Kini sudah dua hari sudah berselang. Tapi, BPJS belum kunjung menerima salinan putusan MA. Sehingga, iuran peserta pun masih mengacu pada nominal baru di Perpres 75 Tahun 2019. Akan tetapi, kata Iqbal, Deputi Hukum BPJS Kesehatan sudah mulai berkoordinasi dengan sejumlah pihak terkait.