Tak jauh berbeda, Dewan Pengawas atau Dewas BPJS Kesehatan pun juga belum menerima salinan putusan MA secara resmi. Namun demikian, Dewas berjanji akan ikut mempelajari dan membahas putusan ini untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada direksi BPJS. “Sesuai tugas Dewas berdasarkan UU BPJS,” kata Ketua Dewas BPJS Chairul Radjab Nasution.
Meski demikian, Iqbal menyebut BPJS sudah mengambil ancang-ancang dengan menyiapkan skema alternatif untuk menjaga keberlangsungan layanan. Jika iuran tetap kembali ke nominal yang lama, maka dua cara kemungkinan akan ditempuh. Pertama dengan menata rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama ke rumah sakit. “Diketatkan dengan sistem IT,” kata dia.
Kedua dengan memperketat aturan sanksi bagi peserta mandiri yang menunggak iuran. Menurut Iqbal, pihaknya ingin meningkatkan auto-debit peserta mandiri dalam membayar iuran. Aturan sanksi ini sebenarnya sudah tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013. Namun, perlu ada aturan teknis dan bantuan kementerian dan lembaga pemerintah lain.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengikuti Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 21 Agustus 2019. Rapat kerja tersebut membahas pengesahan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Bea Materai dan BPJS Kesehatan. TEMPO/Tony Hartawan
Sementara itu, Hasbullah juga menyarankan pemerintah menambah dana bantuan kepada BPJS lewat Perpres baru, menggantikan Perpres 75 Tahun 2019 yang dibatalkan MA. Ia menyarankan pemerintah untuk memperluas penikmat subsidi BPJS, tak hanya peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), tapi juga peserta mandiri.
Hasbullah membandingkannya dengan subsidi BBM yang dilakukan pemerintah setiap tahun. Padahal, BBM bukanlah kebutuhan primer seperti kesehatan. Subsidi BBM pun, kata dia, juga masih dinikmati masyarakat yang tidak sepatutnya menerima. “Subsidi BBM bisa, kenapa subsidi JKN tidak bisa?” kata dia.
Jika upaya ini tidak dilakukan, Hasbullah khawatir BPJS Kesehatan akan semakin “kurus” dan “kering” akibat menderita defisit terus-terusan. “Uangnya (bantuan pemerintah) ada, tinggal masalah mau atau tidak mau,” kata dia.
Di tengah riuh masalah ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Presiden Jokowi sudah mengetahui putusan MA tersebut. Ia juga memastikan bakal ada langkah-langkah pemerintah untuk menjaga keberlangsungan BPJS Kesehatan.
"Kami berharap masyarakat tahu ini konsekuensinya besar terhadap JKN (Jaminan Kesehatan Nasional). Karena kalau bicara ekosistem, tidak mungkin satu sistem dicabut, sisanya pikirin sendiri. Kami lihat secara penuh," kata dia di Gedung Marie Muhammad, Jakarta, Selasa, 10 Maret 2020.
Apapun mekanisme yang akan diputuskan pemerintah saat memasuki babak baru usai putusan MA itu, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Keuangan Indonesia atau YLKI Tulus Abadi wanti-wanti agar kualitas pelayanan medis tak dikurangi. “YLKI mengkhawatirkan pembatalan kenaikan iuran ini berdampak terhadap reduksi pelayanan pada pasien," ucapnya.
HENDARTYO HANGGI | BISNIS