Rancangan aturan yang baru itu juga hendak menghapus cuti khusus atau izin tak masuk saat haid hari pertama bagi perempuan. Dalam UU Ketenagakerjaan, aturan tersebut tercantum dalam Pasal 93 huruf a.
Juga diusulkan dihapus izin atau cuti khusus menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, istri melahirkan/keguguran kandungan, hingga adanya anggota keluarga dalam satu rumah yang meninggal dunia (huruf b).
"Buruh perempuan semakin jauh dari mendapatkan hak kesehatan reproduksinya," ucap Nining Elitos.
Sejumlah serikat pekerja/serikat buruh sudah menyatakan menolakomnibus law itu dan tak mau tergabung dalam tim konsultasi bentukan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto.
Pembentukan tim konsultasi baru diumumkan menjelang penyerahan draf dan surat presiden (surpres) RUU Cipta Kerja ke DPR.
Pemerintah sebenarnya telah menjalankan lobi-lobi kepada serikat pekerja dan serikat buruh agar mendukung RUU Cipta Kerja.
Dalam sejumlah kesempatan, Menko Airlangga dan Menteri Ida mengundang petinggi serikat buruh.
Pertemuan-pertemuan tersebut berlangsung di sejumlah lokasi, mulai dari kantor Kemenaker, rumah dinas Airlangga, hingga di sejumlah hotel.
Pada 14 Januari 2020, misalnya, Airlangga dan Ida bertemu sejumlah kelompok buruh di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan. Hadir pula petinggi Badan Intelijen Negara (BIN) dan Polri.
Langkah pemerintah melibatkan aparat Kepolisian dan Intelijen pun dikritik lantaran dinilai tak relevan. Apalagi, dalam penyusunan draf RUU pemerintah tak transparan dan tak melibatkan publik.
"Menurut saya pemerintah jangan offside lah, jangan berlebihan juga, nanti akhirnya malah memperkeruh suasana," kata Komisioner Ombudsman Nasional RI Alamsyah Saragih kepada Tempo pada Kamis malam pekan lalu.
BUDIARTI UTAMI PUTRI | FIKRI ARIGI | DEWI NURITA | FAJAR PEBRIANTO