TEMPO.CO, Jakarta - Monumen Nasional atau Monas tengah berbenah. Siang itu, Kamis, 16 Januari 2020, ratusan pohon yang biasa berdiri tegak di sisi selatan kawasan Monas raib. Pemandangan berganti menjadi deretan pagar pembatas proyek. Hanya ada satu bangunan menonjol yang nampak seperti tugu.
Sisanya, sejumlah pekerja dan belasan truk pengaduk semen terlihat hilir mudik. Mereka keluar-masuk ke kawasan Monas melalui sisi lapangan parkir Ikatan Restoran dan Taman Indonesia (IRTI). Kehadiran beton yang mengganti pepohonan membuat suasana Monas yang dulu terasa rindang kini menjadi lebih gersang.
Pemandangan para pekerja proyek dan truk-truk kini menjadi bagian sehari-hari. Sebab, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sedang merevitalisasi kawasan Monas. Nantinya, ruang terbuka hijau terbesar di Jakarta Pusat ini akan disulap menjadi lebih modern.
Sejumlah fasilitas publik akan dibangun. Pengelola Monas menjanjikan para pengunjung bisa memanfaatkan ruang publik yang disebut plaza untuk upacara, parade, bahkan pementasan seni. Hiburan lainnya ialah atraksi kolam air pada malam hari yang memanfaatkan teknologi pencahayaan.
Upaya revitalisasi Monas tak sepenuhnya mendapat dukungan. Koalisi Pejalan Kaki misalnya, mengkritik keras proses pembangunan yang mengorbankan ratusan pohon.
Ketua Koalisi Pejalan Kaki, Alfred Sitorus, mengatakan Pemerintah DKI Jakarta tidak harus menebang pohon untuk menjalankan program pembangunan.
Menurut dia, ada cara lain yang bisa dilakukan tanpa menebang, yakni dengan memindahkan atau merelokasi pohon ke tempat lain. "Pemerintah DKI punya kemampuan untuk itu. Kalau pun tidak punya kemampuan, DKI punya kemampuan untuk membeli alat-alat yang bisa memindahkan pohon, kan anggaran pemerintahnya besar," kata Alfred.