TEMPO.CO, Jakarta - Catatan warna merah itu disematkan Komisi Pemberantasan Korupsi ke nama-nama calon pimpinan lembaga itu (capim KPK) yang diduga memiliki catatan buruk. Dari 20 calon pimpinan yang sudah dijaring panitia seleksi, ada beberapa nama dengan catatan merah. Sisanya bisa dibilang aman karena ditulis dengan tinta merah.
"Terdapat sejumlah calon yang bisa dikatakan punya rekam jejak cukup baik, namun masih ada nama-nama yang teridentifikasi memiliki catatan," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, Jumat, 23 Agustus 2019.
Febri melanjutkan dari sejumlah nama itu, ada pula yang diduga pernah menerima gratifikasi dan tidak patuh membuat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara. Rekam jejak itu, kata Febri, didapatkan dari masyarakat, data penanganan perkara di KPK, hingga pelaporan LHKPN dan gratifikasi. "Kemudian sudah kami cek lapangan," kata dia.
Salah satu calon yang berkasnya ditulis dengan huruf merah adalah Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Selatan Inspektur Jenderal Firli Bahuri. Dewan Pertimbangan Pegawai KPK pada 17 Mei 2019 bermufakat menemukan cukup bukti pelanggaran berat yang dilakukan Firli semasa menjabat Deputi Penindakan.
Ia dituding melanggar kode etik karena bertemu dengan Gubernur Nusa Tenggara Barat Tuan Guru Bajang Zainul Majdi. Padahal, saat itu KPK tengah menelisik dugaan korupsi divestasi Newmont. TGB berstatus saksi di perkara ini.
Pertemuan Firli dan TGB ditengarai tak hanya terjadi sekali. Persamuhan terjadi saat Firli pergi ke NTB dengan izin menghadiri acara perpisahan komandan rayon militer pada Mei 2018. DPP juga memiliki bukti video ketika Firli bertemu dengan TGB di lapangan tenis.
Pansel sempat mengungkit pertemuan itu saat Firli mengikuti uji publik capim KPK, di Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa, 27 Agustus 2019. Firli membenarkan bertemu dengan TGB, namun menampik pertemuan itu dilakukan dengan sengaja. “Tidak ada fakta yang mengatakan saya melanggar,” ujarnya.
Selain Firli, nama Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Irjen Antam Novambar juga diketik merah. Menurut dokumen rekam jejak untuk pansel, Antam diduga pernah mengancam Direktur Penyidikan KPK Komisaris Endang Tarsa pada Februari 2015. Peristiwa itu terjadi di restoran McDonald’s, Ciledug, Tangerang.
Antam memaksa Endang menjadi saksi meringankan di sidang praperadilan Budi Gunawan. Ketika itu, KPK menetapkan BG sebagai tersangka aliran dana mencurigakan di rekeningnya.
Panitia seleksi menanyakan ini ke Antam saat uji publik. Antam menyangkal pernah mengancam Endang. Mantan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Teroris ini mengatakan justru Endang yang mengajaknya bertemu. Endang, kata Antam, mengaku memiliki informasi tentang kasus BG di KPK. “Saya tidak meneror Endang Tarsa,” ujar dia.