Apalagi, Usman mengatakan permasalahan Papua tak hanya menyoal isu rasisme dan diskriminasi. Tanah Papua memiliki sejarah panjang dalam urusan konflik dengan pemerintah. Berbagai pelanggaran HAM hingga ketidakkonsistenan pemerintah dalam menjalankan otonomi khusus di sana, membuat permasalahan di Papua semakin rumit.
Peneliti Tim Kajian Papua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Aisah Putri Budiarti, mengatakan peristiwa yang terjadi di Papua belakangan ini tidak berdiri sendiri. Berdasarkan riset LIPI pada 2009, ada empat akar masalah di Papua yang harusnya diselesaikan pemerintah, namun hingga kini tak kunjung tuntas dilakukan.
Empat masalah itu adalah stigmatisasi dan diskriminasi, pelanggaran hak asasi manusia, kegagalan pembangunan, dan status serta sejarah politik Papua. Ia menuturkan peristiwa di Papua dipicu tindakan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Jawa Timur.
Sejumlah masyarakat Papua mendatangi Kantor Komnas HAM untuk melakukan pengaduan di Jakarta, Selasa, 20 Agustus 2019. Masyarakat Papua meminta Komnas HAM untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut atas aksi kekerasan aparat dan tindakan rasisme oleh Ormas reaksioner dalam penggerebekan mahasiswa Papua di Asrama Papua, Surabaya. TEMPO/Muhammad Hidayat
"Diskriminasi dan rasisme itu hanya satu masalah saja, dan itu terbukti. Kita menemukannya di kejadian di Jawa Timur," katanya dalam diskusi "Bagaimana Sebaiknya Mengurus Papua" di Gado Gado Boplo, Cikini, Jakarta, Sabtu, 31 Agustus 2019.
Selain itu, kata Aisah, pemerintah berhutang untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Papua. Sayangnya, hingga kini Jokowi belum memenuhi janjinya itu. Pelanggaran HAM lainnya tetap terjadi di sana.
Menurut Aisah, empat hal itu tidak boleh ditinggalkan saat pemerintah pusat bicara tentang Papua. Ia menilai pemerintah cenderung melihat Papua dari sisi ekonomi saja.
"Paling tidak ada empat masalah yang harus dituntaskan namun pemerintah hanya fokus pada isu ekonomi saja. Pembangunan memang perlu, tapi nggak cukup. Harus melihat hal lain," kata Aisah.
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Beka Ulung Hapsara menyarankan pemerintah menunjuk keluarga Presiden Indonesia ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sebagai juru runding masalah Papua dan Papua Barat.
"Almarhum Gus Dur dan keluarganya sangat dihormati di sana," katanya di Restoran Gado Gado Boplo, Cikini, Jakarta, hari ini, Sabtu, 31 Agustus 2019.
Menurut dia, keluarga Gus Dur bisa diajukan sebagai juru runding atau negosiator antara pemerintah dan tokoh-tokoh Papua. Dia menilai yang kurang dilakukan saat ini adalah pendekatan pemerintah pusat terhadap masyarakat Papua dan Papua Barat.