Direktur Utama RSUD Tarakan, Dian Ekowati, misalnya, membeberkan bahwa BPJS Kesehatan berutang Rp 16 miliar pada Agustus ini. Bahkan, pada Juli lalu, BPJS Kesehatan menunggak Rp 17 miliar. Sementara RSUD Tarakan diklaim merawat 12-13 ribu pasien pengguna kartu BPJS Kesehatan setiap bulan.
Baca juga:
RS Swasta Keluhkan Pembayaran Klaim BPJS Kesehatan Sering Telat
“Kami sempat terlambat memesan obat untuk pasien karena tagihan ke BPJS Kesehatan tak kunjung cair,” kata Dian.
Kepala Humas BPJS, M. Iqbal Anas Ma'ruf , membenarkan masalah utama telah terjadi sejak awal BPJS beroperasi pada 2014 lalu yakni tentang besar iuran. BPJS Kesehatan membagi jenis pembayaran menjadi dua kelompok, yakni BPJS Mandiri dan BPJS Bantuan Pemerintah (PBI).
Iqbal mengatakan, iuran peserta PBI sebesar Rp 25.500 ditanggung pemerintah. Angka itu lebih murah dari nilai seharusnya, Rp 36 ribu.
Sementara peserta yang masuk kelompok BPJS Mandiri terdiri dari tiga kelas. Setiap bulannya, peserta kelas 3 wajib membayar Rp 25.500 dari nilai seharusnya Rp 53 ribu. Peserta kelas 2 hanya membayar Rp 51 ribu atau lebih murah Rp 12 ribu dari hitungan BPJS Kesehatan. “Hanya kelas 1 yang sesuai dengan hitungan kami, yakni Rp 80 ribu,” ujar Iqbal.
Masalah hitungan iuran itu diperparah dengan tunggakan sejumlah pemerintah daerah membayarkan premi warganya kepada BPJS. Ironis di ibu kota karena Pemerintah DKI setiap tahun menggelontorkan Rp 1,5 triliun untuk membayarkan kewajiban yang sama.