Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Tarif Tol Cikampek dan Bandara Soekarno-Hatta Naik  

Reporter

Editor

image-gnews
Spanduk sosialisasi kenaikan tarif tol terpasang di pintu tol Prof Dr Ir Sedyatmo, Jakarta (Minggu, 11 Juli 2010). Tempo/ Arie Basuki
Spanduk sosialisasi kenaikan tarif tol terpasang di pintu tol Prof Dr Ir Sedyatmo, Jakarta (Minggu, 11 Juli 2010). Tempo/ Arie Basuki
Iklan
TEMPO Interaktif, Jakarta -Tarif dua ruas tol yang dikelola PT Jasa Marga, yakni Jakarta-Cikampek dan Sedyatmo (jalan tol Bandar Udara Soekarno-Hatta), naik 7-11 persen, mulai besok (12/6). Rata-rata kenaikan tarif jalan tol Jakarta-Cikampek sekitar Rp 1.000 dan Rp 500 untuk ruas tol Sedyatmo.

"Penyesuaian tarif harus dilakukan karena diamanatkan undang-undang," kata Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto di Jakarta,  Jumat lalu. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, penyesuaian tarif jalan tol dilakukan dua tahun sekali.

Penyesuaian tarif tol tidak bisa ditunda agar kepercayaan investor terhadap kepastian hukum atas investasi jalan tol tidak berkurang. Kenaikan dihitung berdasarkan laju inflasi selama dua tahjun terakhir. Tapi penyesuaian tarif dilakukan setelah pengelola memberi standar pelayanan minimum.

Baca Juga:

Jalan Tol

Sementara Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia meminta pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) segera menyelesaikan revisi Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, khususnya pasal yang mengatur tarif tol.  YLKI menganggap aturan itu cacat dari segi hukum dan ekonomi.

Tuntutan itu disampaikan anggota pengurus harian YLKI Bidang Transportasi, Tulus Abadi, yang dihubungi Tempo, Sabtu (10/7). Menurut Tulus, dalam menaikan tarif tol, pemerintah selama ini  berlindung di peraturan itu. Dampaknya, konsumen menjadi dirugikan karena ketidakadilan peraturan tersebut.

“Dalam undang-undang itu ada pasal yang mengatur mengenai penyesuaian tarif tol setiap dua tahun satu kali. Perhitungannya hanya didasarkan pada laju inflasi yang terjadi," kata Tulus. Sementara ketika masyarakat menuntut  standar mutu pelayanan, hanya diatur dalam Peraturan Menteri. "Kan tidak adil.”

Tulus menilai hal tersebut aneh. Dia  menduga ada kolusi antara pemerintah dengan operator jalan tol. “Kenaikan setiap dua tahun sekali ini terlalu memanjakan kepentingan operator dan bahkan investor jalan tol,"

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pemerintah sebenarnya telah berjanji untuk merevisi perundangan tersebut. Namun hingga kini belum ada tindak lanjut mengenai rencana itu. Dia pun berharap, pemerintah  segera mengamandemen undang-undang itu, lalu pasal yang mengatur tentang penyesuaian tarif tol itu ditanggalkan dan diturunkan menjadi Perarturan Pemerintah dengan substansi yang lebih adil.

“Perhitungannya memang dengan melihat laju inflasi, tapi bukan berarti ketentuan lain tidak dilihat," katanya. "Dan penyesuaian itu kan tidak harus selalu naik. Bisa saja turun jika kinerja finansial tidak baik dan kinerja operasional tidak memenuhi standar pelayanan minimum.”

Dalam penyesuaian tarif tol di dua ruas, yakni tol Sedyatmo (tol Bandara Soekarno-Hatta) dan Jakarta – Cikampek yang akan berlaku 12 Juli mendatang, Tulus mengaku kecewa lantaran besaran kenaikan melebihi laju inflasi yang terjadi dua tahun terakhir. Menurut dia, Badan Pusat Statistik menyebutkan laju inflasi yang terjadi berkisar di angka 9 persen. Sedangkan kenaikan tarif tol di dua ruas itu berkisar antara 7 hingga 12 persen.

Sebelumnya, Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto mengatakan kenaikan tarif tol di dua ruas itu sudah sesuai dengan inflasi. Namun karena adanya pembulatan sehingga ada yang nilainya kurang dari laju inflasi ada juga yang melebihi. Tulus mengatakan, dengan adanya tindakan itu konsumen jadi dirugikan. “Mereka mengambil yang enak dan yang menguntungkan," katanya.

Dia mempertanyakan, kenapa pembulatan itu tidak ke bawah atau setidaknya netral. "Kenapa harus konsumen yang dirugikan padahal mereka yang tidak punya kembalian. Itu yang saya bilang cacat secara ekonomi,” ujarnya.


MUTIA RESTY

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Jalan Tol

18 November 2013

Jalan Tol

Mengatasi kemacetan di Jakarta dengan enam ruas tol? Kota yang hebat bukanlah kota yang banyak jalan tolnya


Ketika Dahlan Salah Kamar

10 April 2012

Dahlan Iskan. REUTERS/Supri
Ketika Dahlan Salah Kamar

Walau Dahlan pemimpin emosional, tapi ia diterima di masyarakat, kata pengamat komunikasi politik Effendi Ghazali.