TEMPO.CO, Jakarta - Setahun sudah perjuangan Sultan Rifat Alfatih, yang menjadi korban terjerat kabel fiber optik milik PT. Bali Towerindo Sentra, Tbk, mencari keadilan.
Tepat pada 5 Januari 2023, Sultan mengalami kecelakaan tunggal saat melintasi Jalan raya Antasari, Cilandak, Jakarta Selatan. Seutas kabel yang menjuntai tersangkut truk lalu menjepret Sultan yang sedang mengendarai motor di belakangnya tepat di bagian leher.
Mahasiswa Universitas Brawijaya itu mengalami luka parah di bagian leher hingga membuat pita suaranya harus diangkat dan mengalami gangguan pada saluran nafas di rongga mulutnya.
"Anak saya mengalami kerusakan parah pada tulang tenggorokannya akibat jeratan kabel FO di leher, yang menyebabkan terputusnya saluran makan dan napas, serta kerusakan pada pita suara," kata ayah Sultan, Fatih Nurul Huda.
Kejadian itu membuat Sultan Rifat cacat permanen, kasus ini sempat dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Pihak Sultan melaporkan PT Bali Towerindo Sentra TBK selaku pemilik kabel optik. Laporan itu teregistrasi pada 9 Agustus 2023 lalu.
Pada bulan yang sama, kasus Sultan mendapatkan atensi dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit. Ia memerintahkan Sultan dirawat di Rumah Sakit Polri Kramat Jati.
Korban kabel optik menjuntai Sultan Rifat Alfatih bersama tim dokter di RS Polri Kramatjati, Jakarta Timur, Kamis 7 September 2023. ANTARA/HO-Dokumentasi Pribadi)
Kapolda Metro Jaya Sebut Unsur Pidana Belum Jelas
Tepat pada 12 Desember 2023, pemuda berusia 21 tahun itu dinyatakan sehat dan kondisinya membaik. Namun, laporan polisi terhadap PT Bali Towerindo masih berlanjut. Pihak keluarga Sultan berharap permasalahan itu dapat terselesaikan dengan jalan damai atau ada negosiasi dari perusahaan. Namun, hingga saat ini tidak ada titik temu.
Malah Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Karyoto menyebut pengusutan kasus Sultan terjerat kabel belum bisa selesai lantaran tidak ditemukan unsur pidananya. PT Bali Towerindo diklaim tidak bersalah, yang salah adalah kendaraan pertama yang menabrak tiang listrik hingga membuat kabel menjuntai.
"Sultan ini setelah kami nilai ke bawah itu tidak ada unsur kesengajaan atau tindak pidananya belum jelas," kata Karyoto di Balai Pertemuan Polda Metro Jaya pada Kamis, 28 Desember 2023 lalu.
Sayangnya, identitas pengendara mobil yang menabrak kabel itu hingga saat ini belum diketahui.
Dikutip dari laman resminya, PT Bali Towerindo Sentra Tbk adalah perusahaan penyedia layanan infrastruktur menara telekomunikasi dan penyedia sarana menara yang dilengkapi dengan fasilitas transmisi terintegrasi melalui jaringan kabel serat optik (fiber optic) dan transmisi nirkabel (wireless). Perusahaan ini berdiri sejak tanggal 6 Juli 2006 dan banyak menjalin kerja sama dengan beberapa operator telekomunikasi dan perusahaan pendukung lain di Indonesia.
Pernyataan Karyoto soal kasus ini direspon juga oleh Fatih, usai mengetahui pemberitaan itu. Fatih mendatangi Polda Metro Jaya untuk menanyakan kelanjutan kasusnya. Menurutnya, kasusnya masih berjalan dan ditangani penyidik Subdit 3 Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Tempo sudah berupaya mengkonfirmasi Polda Metro Jaya soal penanganan kasus ini, namun hingga berita ini ditulis belum terkonfirmasi.
Bukan Hanya Sultan yang Terjerat Kabel
Kasus pengendara sepeda motor terjerat kabel yang menjuntai tidak hanya terjadi kepada Sultan saja. Bahkan ada korban lain yang sampai meninggal dunia.
Kasus pengemudi ojek online bernama Vadim, misalnya. Ia tewas usai terjerat kabel lalu terjatuh di kawasan KS Tubun Palmerah Jakarta Barat. Selain itu ada kasus di Bandung dan terbaru pada 23 Desember 2023 lalu kru grup band SLANK, Dwi Yudha Prawira, menjadi korban terjerat kabel di kawasan Kramat Jati Jakarta Timur.
Yudha, sesama korban terjerat kabel buka suara atas pernyataan Kapolda Metro Jaya yang menyebut PT Bali Towerindo selaku pemilik kabel tidak bersalah.
"Sebagai sesama korban, saya merasa pernyataan itu terlalu prematur karena proses hukumnya belum benar-benar terlihat maksimal dalam memenuhi rasa keadilan korban. Menurut saya, hanya hakim yang berhak putuskan siapa yang bersalah. Keselamatan pengguna jalan raya adalah tanggungjawab kepolisian," kata Yudha kepada Tempo.
Penjabat Gubernur Heru Budi Hartono sempat mengatakan perusahaan pemilik kabel optik wajib bertanggung jawab. Menurut dia, pemilik harus memerhatikan kabel yang berada di jalur rawan dan jalan protokol.
“Jadi intinya adalah yang dirapikan itu adalah jalur-jalur yang rawan, jalur protokol sambil jalan, jalur-jalur yang skunder, kan Jakarta luas ya. Sekali lagi saya minta mereka untuk merapikan dan bertanggung jawab,” kata Heru di Kantor Dinas Perhubungan Jakarta Pusat, 11 Agustus 2023 lalu.
Pengacara PT Bali Tower, Maqdir Ismail (dua dari kiri), dalam konferensi pers soal kecelakaan Sultan Rifat yang terjerat kabel optik di Hotel All Seasons, Jakarta, Kamis, 3 Agustus 2023. Foto: TEMPO/Advist Khoirunikmah
Perusahaan Dinilai Punya Tanggung Jawab Moral
Peneliti Pusat Studi Perkotaan, Nirwono Joga mengatakan secara hukum pernyataan Kapolda bisa dipatuhi di mana yang salah adalah pengendara sebelumnya, pembuat kabel itu menjuntai. Namun, pihak perusahaan memiliki tanggung jawab moral.
"Pihak Pemda DKI atau Dinas Bina Marga juga dapat memaksa atas dasar pertimbangan kemanusiaan kepada pemilik kabel untuk mau bertanggung jawab kepada korban, jika tidak mau, Pemda dapat mempertimbangkan sanksi tidak memperpanjang izin usaha, mencabut izin usaha perusahaan, hingga pemotongan kabel," kata Nirwono kepada Tempo.
Nirwono mengklaim pasca kejadian-kejadian pengendara terjerat kabel di kawasan Jakarta, Pemda DKI belum serius untuk menata ulang dan menuntaskan penataan kabel dan jaringan utilitas lain sepertu pipa gas, air bersis, limbah secara terpadu di bawah tanah.
Pengamat perkotaan lainnya, Yayat Supriatna, mengatakan pembahasan kabel semrawut di DKI Jakarta sudah dibahas sejak 2007 lalu. Lantaran, dia ikut diminta untuk membuat rancangan peraturan gubernur.
"Dulu pernah diminta, cuma enggak tau keberlanjutannya karna terganjal kepada persoalan status pengelolaannya. Pengelolaannya oleh siapa oleh dinas atau di swasta atau badan hukum milik daerah atau siapa gitu," kata Yayat kepada Tempo.
Yayat mengaku ide itu sudah ada sejak tahun 2000-an, dia juga sempat diminta untuk mempersiapkan naskah. "Cuma karena tidak ada perkembangan lebih lanjut karna terkait urgensi kepentingan berbagai pihak jadinya keberlanjutannya tidak dilakukan," ujarnya.
Menanggapi pernyataan Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Karyoto, Yayat mengatakan kejadian Sultan terjerat kabel tindakan pidananya bisa dilihat dari adanya unsur kecelakaan atau kelalaian yang diperoleh dari investigasi.
PT Bali Towerindo bisa disebut bersalah jika ketinggian kabel tidak sesuai regulasi pemerintah dan menyebabkan kebel itu tertabrak oleh pengendara lain.
"Masalahnya, kan, tinggi kabel berapa? Nah yang kami butuhkan itu, kan standarmya gitu. Pemasangan utilitas kota itu ada standar batas ketinggian bagaimana, ketegangannya bagaimana, jaraknya berapa, harusnya dalam konteks yg seperti ini dipasang standarnya," paparnya.
Menurut dia, jika pemasangan alakadarnya saja sebatas dipasang saja, itu menjadi masalah. "Yang jadi pertanyaan kenapa kendaraan di depan itu sampai menabrak? Apa penyebabnya? " tanya Yayat
Saat ditanya bagaimana regulasi tinggi pemasangan kabel di jalan, Yayat mengatakan untuk menanyakan ke Kementerian PUPR. "Itu ada standar pemasangan tentang utilitas perkotaan cuman berbagai ketentuannya berbeda-beda gitu," katanya.
Pilihan Editor: Anies Singgung Rencananya Jual Saham Bir Ditolak Pimpinan DPRD DKI