TEMPO.CO, Jakarta - Program pengadaan 500 ribu unit rice cooker gratis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menuai kontroversi. Sejumlah pihak meragukan kebijakan ini bisa menyerap oversupply atau kelebihan pasokan listrik PLN sekaligus mengurangi impor elpiji.
Pengamat energi dari Universitas Indonesia Iwa Garniwa mengatakan rice cooker sudah menjadi alat memasak yang umum digunakan masyarakat. Sehingga menurutnya, program ini tidak akan signifikan dalam mengurangi kelebihan pasokan listrik.
“Bagaimana bisa meningkatkan konsumsi listrik jika masyarakat sudah banyak menggunakannya?” kata Iwa kepada Tempo, Rabu, 18 Oktober 2023.
Kebijakan 500 ribu unit rice cooker gratis merupakan program yang diatur melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penyediaan Alat Memasak Berbasis Listrik Bagi Rumah Tangga. Dalam beleid itu disebutkan spesifikasi alat memasak listrik yang akan dibagikan, yakni alat memasak yang memiliki kapasitas pengenal 1,8 liter hingga 2,2 liter.
Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman Hutajulu mengklaim peyediaan 500 ribu alat memasak listrik ini berpotensi meningkatkan konsumsi listrik sekitar 140 GWH atau setara kapasitas pembangkitan 20 MW. Ia juga mengklaim program tersebut menghemat elpiji sekitar 29 juta kilo atau setara 9,7 juta tabung elpiji 3 kg.
Akan tetapi, menurut Iwa, bagi-bagi rice cooker gratis juga bukan langkah efektif untuk mengurangi konsumsi elpiji. Alih-alih rice cooker, kata dia, kompor listrik lebih memungkinkan dan efektif dalam penghematan gas. Toh, rice cooker kemungkinan hanya menjadi pelengkap alat masak, bukan sepenuhnya mengkonversi kompor gas.
“Kalau pemerintah mau bagi-bagi rice cooker, silakan saja. Namun dalam rangka membantu masyarakat, bukan untuk alasan menghemat elpiji atau menyerap oversupply listrik,” ujar Iwa. “Kalau yang diharapkan konversi dari gas, maka yang tepat adalah kompor listrik.”
Batal kebijakan program kompor listrik