TEMPO.CO, Lumajang - Siang cukup terik Kamis ini, 7 September 2023, ketika Kosim, 86 tahun dan Wasamah, 77 tahun berada di kebun jagung miliknya di Desa Boreng, Kecamatan Lumajang, Kabupaten Lumajang. Pasangan lanjut usia ini tampak sibuk memanen jagung.
Sang suami memisahkan jagung dari tangkainya. Sementara sang istri mengupas dan membersihkannya. Cukup lesehan di tanah, Wasamah kemudian mengumpulkan jagung itu di atas gelaran karung plastik.
Di lahan yang tak lebih dari seperempat hektar itu, Kosim tak hanya menanam jagung. Ia juga menanam cabe. Di tengah kondisi kekeringan di musim kemarau yang menyulitkan, keduanya tetap berikhtiar mengolah lahan mereka.
Sejak lebih dari tiga tahun terakhir ini, usai dam Kali Asem jebol diterjang bandang, saluran irigasi di desanya itu tak lagi bisa menyalurkan air untuk mengairi lahan-lahan sawah di desa tersebut.
"Saya harus membuat sumur untuk kebutuhan mengairi lahan saya," kata Kosim saat ditemui Tempo di lahannya.
Dia mengeluarkan uang sekitar Rp 1 juta dari koceknya untuk pembuatan sumur itu. Selain itu dia juga harus membeli mesin diesel untuk menyedot air dan mengalirkannya ke lahannya itu. "Sehari bisa habis Rp 200 ribu untuk bahan bakarnya," kata Kosim.
Bagi Kosim, harga cabe tidak sedang bagus saat ini. "Harganya turun. Dipotong biaya bahan bakar diesel, untungnya tipis," kata Kosim menambahkan.
Situasi yang sulit ini tidak hanya dirasakan oleh Kosim dan istrinya. Sebagian besar petani desa setempat didera masalah yang sama. Derajat, 65 tahun, ketua salah satu kelompok tani di Desa Boreng mengatakan ratusan hektar lahan pertanian di Desa Boreng dan Blukon mengalami krisis air.
"Di Desa Boreng saja ada sekitar 300 hektare lahan pertanian," ujarnya saat dihubungi Tempo, Kamis, 7 September 2023.
Krisis air ini dipicu oleh jebolnya Dam Boreng sehingga tidak ada pasokan air ke saluran-saluran irigasi di desa tersebut. Kondisi ini mengakibatkan banyak petani yang beralih menanam komoditas pertanian selain padi. "Mereka beralih menanam jagung, ketela dan tebu," ujar Derajat.
Sebelum dam jebol, kata Derajat, Desa Boreng dan Blukon adalah lumbung padi di Kabupaten Lumajang. Namun saat ini kondisinya sudah berubah. Di tengah harga gabah yang tinggi, petani dua desa itu hanya mendapat kabarnya saja tapi tidak ikut merasakannya.
Harga gabah kering sawah saat itu bisa mencapai Rp 7.200 untuk varietas bagus. Dengan harga gabah yang tinggi, harga beras juga menjadi lebih mahal. Di beberapa tempat harga beras mencapai Rp 15 ribu per kilogram.
Namun begitu, petani tidak bisa ikut menikmati tingginya harga gabah maupun beras. Karena banyak petani yang beralih ke tanaman lain selain padi karena krisis air itu. "Petani beralih ke tanaman yang tidak membutuhkan banyak air," katanya.
Ada juga petani yang memilih untuk menyewakan lahannya. "Banyak lahan yang disewakan dengan harga yang rendah. Harga sewa per hektar Rp 10 juta hingga Rp 15 juta. Atau paling tinggi Rp 17,5 juta kalau dekat jalan," katanya.
Derajat mengatakan baru-baru ini ia merugi sekitar Rp 19 juta. Ia terang-terangan mengaku kalau sedang kesusahan. "Ada cicilan di bank yang terpaksa belum dibayar," ujarnya.
Kondisi ini sangat mempengaruhi perekonomian masyarakat setempat secara luas. "Banyak warga yang sebelumnya menjadi buruh tani, karena kondisi krisis air seperti saat ini, tenaganya tidak lagi dibutuhkan," kata Derajat.
Dia juga banyak menerima laporan dari anggotanya ihwal, tanaman jagungnya ada yang hilang dicuri. "Hilangnya tidak banyak. Hanya belasan batang saja. Sepertinya pelakunya tidak berniat untuk menjualnya. Mungkin untuk memenuhi kebutuhannya sendiri," ujar Derajat
Ia tidak mau menuduh siapapun ihwal kasus pencurian jagung ini. Dia juga tidak mencoba mengaitkannya dengan krisis air yang kemudian memicu persoalan ekonomi masyarakat setempat. "Masalahnya jagung yang dicuri itu yang masih muda dan biasa digunakan untuk sayur," katanya
Derajat mengatakan petani sudah seringkali mengadukan soal krisis air ini kepada pemerintah. Namun, kata Derajat, pemerintah sepertinya belum menemukan solusi yang cepat dan tepat dalam mengatasi persoalan yang ada
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Lumajang, Hairil Diani saat dikonfirmasi Tempo mengatakan pihaknya dengan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait seperti dinas pekerjaan umum dan tata ruang (DPUTR) dan yang lain terus berupaya memetakan serta mencarikan solusi terkait permasalahan kebutuhan air irigasi bagi para petani di wilayah Desa Boreng dan Blukon sesuai tupoksi DKPP.
"Pada 2022 ada intervensi kegiatan Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier yang dilaksanakan oleh Gapoktan Desa, untuk tahun 2023 ini dinas sudah mengusulkan beberapa petani di Desa Boreng diupayakan untuk mendapatkan pompa air konversi bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG). Tujuannya guna efisiensi biaya untuk melakukan pompanisasi sebagai suplai irigasi ke lahan pertanian," kata Hairil.
Selain itu melalui para penyuluh, kata dia, pihaknya mengawal dan mendampingi para petani agar memilih varietas yang lebih tahan kekeringan.
Pilihan Editor: Otorita IKN Kantongi 19 Komitmen Investasi dari Perusahaan Malaysia lewat ASEAN-BAC