TEMPO.CO, Jakarta - Dalam sepekan yang lalu, Gubernur Papua Lukas Enembe menjadi topik di sejumlah media tanah air. Politikus Partai Demokrat tersebut akhirnya ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi pada Selasa 10 Januari 2023 saat sedang makan di restoran berinisial SG tak jauh dari Bandara Sentani, Jayapura. Komisi menengarai Lukas Enembe hendak kabur.
Tarik ulur penahanan Lukas Enembe sudah terjadi sejak 14 September 2022 lalu. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengumumkan Lukas Enembe bersama Ricky Ham Pagawak, Bupati Memberamo Tengah, dam Omaltinus Omaleng, Bupati Mimika, sebagai tersangka kasus korupsi. Alex mengatakan penetapan tersebut sudah berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Saat itu, Lukas diduga menerima gratifikasi Rp 1 miliar.
“Penetapan tersangka yang dilakukan KPK sudah menyangkut tiga kepala daerah, Bupati Mimika, Bupati Mamberamo Tengah, dan Gubernur LE (Lukas Enembe) itu adalah tindak lanjut dari informasi masyarakat," kata Alex dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta saat itu.
Temuan PPATK yang mencengangkan
Setelah penetapan tersangka, PPATK mengumumkan temuan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh Lukas Enembe. Dalam temuan tersebut, PPATK mendeteksi aliran dana dari Lukas Enembe ke salah satu rumah judi di Marina Bay Sands dengan jumlah yang fantastis mencapai Rp 560 miliar. Hasil analisis keuangan PPATK tersebut diumumkan Menkopolhukam Mahfud Md pada 20 September 2022.
“Tuduhan gratifikasi yang dijatuhkan terhadap tersangka Lukas Enembe bukan hanya Rp1 miliar. PPATK menemukan ketidakwajaran dari pengelolaan uang Lukas Enembe yang jumlahnya ratusan miliar dari 12 hasil analisis. Per hari ini, KPK telah melakukan blokir rekening Lukas Enembe senilai Rp 71 miliar yang telah diblokir KPK,” kata Mahfud dalam konferensi pers.
KPK telah berulangkali memanggil Lukas Enembe ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka. Namun, Lukas kerap mangkir dari pemanggilan tersebut dengan alasan sakit. Berdasarkan klaim tim kuasa hukum dan dokter pribadi, Lukas Enembe disebut-sebut memerlukan penanganan medis dari dokter di Singapura.
Pada 3 November 2023, KPK membentuk sebuah tim untuk diberangkatkan ke Jayapura guna memeriksa Lukas Enembe. Tim tersebut berisikan dari tim dokter KPK serta tim penyidik yang dipimpin langsung oleh Ketua KPK Firli Bahuri.
Keberangkatan tim tersebut juga dilakukan dengan koordinasi dengan aparat keamanan di Jayapura dan juga pemerintah pusat melalui Mahfud Md. Dalam pemeriksaan tersebut, tim dokter KPK menemukan Lukas Enembe dalam kondisi sakit dan belum siap menjalani pemeriksaan tersangka.
“Saya ajak ngobrol bagaimana kodisi fisik beliau. Terus ketemu juga dengan ibu Lukas Enembe, kawan-kawan beliau, bahkan tadi ada kakak perempuan beliau. Tadi rangkulan dengan kita dengan hangat penuh kekeluargaan,” kata Firli dalam konferensi pers pasca pemeriksaan.
Pasca pemeriksaan tersebut, tim kuasa hukum Enembe kembali mencoba perutungannya agar kembali mendapat restu dari komisi antirasuah agar kliennya dapat pergi keluar negeri. Pada 28 November 2022, tim kuasa hukum kembali mengajukan surat permohonan izin berobat ke luar negeri. Anggota tim kuasa hukum Enembe, Petrus Bala Pattyona, mengatakan dalam permohanan kali ini disertakan pula surat rekomendasi dari dokter dari RS Mount Elizabeth, Singapura.
“Kami telah menyampaikan kepada KPK surat rekomendasi bertandatangan dr. Peter Chang ahli neurologis di sana agar diberikan izin merawat Bapak Lukas di Singapura,” kata Petrus saat ditemui di Gedung KPK, Jakarta.
Penetapan tersangka yang kedua
Pada 5 Januari 2023, KPK kembali menetapkan Lukas menjadi tersangka untuk kedua kalinya. Dalam kasus ini, KPK langsung menahan pemberi suapnya, Rijantono Lakka yang juga ditetapkan tersangka. Adapun Lukas saat itu belum ditahan dengan alasan keamanan dan kesehatan.
Rijantono Lakka diketahui memberikan uang gratifikasi senilai Rp.1 miliar kepada Lukas Enembe agar mendapat tiga buah proyek jangka panjang selama periode 2019-2021 senilai Rp 41 miliar. Alex Marwata juga memberitahukan Rijanto Lakka menyulap perusahaannya, PT Tabi Bangun Papua, dari perusahaan farmasi menjadi pengerjaan proyek infrastruktur pada tahun 2016 sejak dirinya dekat dengan Lukas Enembe.
“Saat mendapat proyek pembangunan, PT TBP belum berpengalaman sama sekali dalam proyek pembangunan infrastruktur,” kata Alex dalam konferensi penahanan.
Dari cawe-cawe pemenangan tender proyek tersebut, KPK menduga adanya kesepakatan lain yang terjadi. Lukas Enembe dan beberapa pejabat lain disebut-sebut menerima keuntungan sebesar 14 persen dari proyek setelah dipotong pajak. KPK juga menduga Rijantono Lakka memberikan gratifikasi lain senilai Rp.10 miliar kepada Lukas Enembe.
Lima hari berselang, pada 10 Januari 2023 merupakan akhir kejar-kejaran Lukas Enembe dengan KPK. Komisi menciduk Lukas Enembe saat sedang makan papeda di restoran SG di dekat Bandara Sentani, Jayapura. Saat penangkapan tersebut, Lukas dikabarkan hendak berpergian ke Distrik Mamit, Kabupaten Tolikara melalui jalur pesawat.
Korban tewas
Saat Lukas Enembe ditangkap, sejumlah massa melakukan aksi ricuh di depan Mako Brimob Polda Papua dan Bandara Sentani. Kapolda Papua Mathius D Fakhiri mengatakan ada 19 orang yang ditangkapkan dari kericuhan dua tempat tersebut.
“Dari 19 orang tersebut, satu orang meninggal dunia terkena tembakan petugas. Kami sedang mengusut hal ini dan mengucapkan permintaan maaf yang sebesar-besarnya,” ujar dia pada 11 Januari 2023.
Saat tiba di Jakarta, Lukas Enembe langsung dibawa ke RSPAD Gatot Soebroto untuk dilakukan pemeriksaan. Firli Bahuri mengatakan pemeriksaan Lukas Enembe akan dilakukan setelah tim dokter menyatakan siap untuk dilakukan pemeriksaan. Oleh karena itu, kata dia, penahanan Lukas Enembe akan ditangguhkan sampai keterangan lebih lanjut dari dokter.
“Kami menjamin pemeriksaan Lukas Enembe ini akan tetap memperhatikan hak-hak yang dimiliki tersangka dengan tetap menjunjung tinggi prinsip hak asasi manusia,” ujarnya.
Pada 12 Januari 2023, tim dokter RSPAD menyatakan Lukas Enembe telah siap menjalani pemeriksaan. Dia pun dibawa ke Gedung KPK dengan sejumlah pengawalan dari polisi, Brimob, dan Gegana. Kuasa Hukum Lukas Enembe, Petrus mengatakan pemeriksaan tersebut belum menyentuh substansi materi perkara yang menjerat Enembe.
“Bapak Lukas baru ditanyakan soal riwayat hidupnya saja,” ujar dia saat ditemui Tempo pasca proses pemeriksaan dengan tim penyidik.
Baca: Terkait Kasus Lukas Enembe, PPATK Bekukan Rekening Pemprov Papua Senilai Rp.1,5 T