Tidak ada tanda-tanda kekerasan
Setelah ditelusuri, dia mengumumkan rumah tersebut juga tidak ada percikan darah. Bahan-bahan beracun seperti sianida, arsenik, pestisida, dan zat berbahaya lainnya dipastikan nihil.
Dokter Forensik dari Rumah Sakit Bhayangkara Asri M. Pralebda menuturkan, hasil autopsi keempat jenazah tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan benda tumpul atau tajam. Ketika pertama kali ditemukan, mayat mereka dalam kondisi pembusukan yang berbeda-beda, bahkan ada yang sudah mengalami mumifikasi dan menyisakan kulit dan tulang saja.
Tanda tanya siapa yang meninggal lebih dulu pun terjawab, Rudyanto menjadi orang yang pertama. Kemudian disusul oleh Renny, selanjutnya Budyanto, dan yang terakhir adalah Dian.
Kematian Rudyanto disebabkan dari riwayat penyakit pada saluran pencernaan. Lalu Renny Margaretha Gunawan ditemukan punya riwayat penyakit kanker payudara.
“Sebab kematian yang pasti Pak Budyanto adalah serangan jantung. Untuk sebab kematian dari Dian merupakan gangguan pernapasan yang disertai dengan penyakit pernapasan yang kronik,” kata Asri M. Pralebda.
Kemungkinan tewas karena kelaparan juga terbantahkan dari hasil autopsi. Dari saluran pencernaan Budyanto dan Dian ditemukan feses yang didalamnya terkandung karbohidrat dan serat, artinya sebelum meninggal masih mengonsumsi makanan dan minum.
Bukan karena kelaparan atau menghirup gas dari mayat
Dokter Forensik dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Ade Firmansyah Sugiharto menjelaskan, sosok Dian diduga terus berinteraksi dengan bedak Talcum yang akhirnya menimbulkan peradangan pada paru-paru. Kondisi tersebut biasanya akibat menghirup serbuk secara terus-menerus.
Dugaan tewas karena menghirup gas mayat pun terbantahkan, kematian Dian karena adanya perdarahan juga pada bagian alveolus paru-parunya. Pemicu ini karena Dian juga rutin memberi bedak kepada jenazah ibunya yang sudah menjadi mayat, namun masih dianggap hidup.
“Jadi ada salah satu jenis pneumoconiosis yang terjadi akibat menghirum bedak talcum itu disebut talcosis,” kata Ade, dokter yang pernah mengautopsi jenazah Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat dalam kasus pembunuhan berencana oleh Ferdy Sambo.
Ketua Asosiasi Psikologi Forensik atau Apsifor Reni Kusumowardhani mengatakan penentuan urutan kematian berdasarkan berbagai bukti di TKP. Salah satu yang menentukan adalah kalender yang terpampang di dalam kamar depan dan belakang.
Lalu dianalisis dari profil kepribadian setiap anggota keluarga tersebut beserta kesaksian orang-orang yang pernah bertemu mereka. Penataan barang-barang di dalam rumah juga terlihat rapih sampai dengan evakuasi semua jenazah pada Kamis, 10 November 2022.
“Tumpukan lemari yang begitu rapih, cara meletakkan sandal yang begitu rapih, berarti ini orang terakhir yang masih membersihkan,” tutur Reni.
Profil empat anggota keluarga
Hasil pemetaan kepribadian menunjukkan Rudyanto sebagai orang yang pendiam, baik, penurut, bertanggung jawab, dan tidak banyak bicara. Dia dikenal menghindari konflik, berpendidikan cukup baik, dan memiliki IQ di atas rata-rata.
Kepribadian Renny dianggap sebagai sosok yang dominan, ingin mendapat pengakuan, dan memiliki motivasi tinggi. Lalu dia memperhatikan penampilannya, taraf intelektual dan kognitifnya berada dalam rata-rata, serta bersikap baik.
Dian dikenal sebagai pribadi yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap orang lain, teruma kepada ibunya. Sifat itu dipengaruhi oleh pola asuk sejak kecil, ketika dalam kondisi tekanan akhirnya tidak bisa beradaptasi dan berujung pada delusi saat menghadapi realita kematian orang tua.
Budyanto diketahui memiliki ketertarikan pada hal-hal yang bersifat klenik dan perdukunan semenjak SMA dan memiliki guru spiritual, namun tingkat kecerdasannya tidak seperti Rudyanto. Kedudukannya di dalam rumah turut membantu aktivitas sehari-hari keluarga.
Tidak ada pengikut sekte atau paham apokaliptik
Sosiolog Agama Jamhari membantah adanya praktik suatu sekte tertentu yang dilakukan oleh satu keluarga tersebut. Meskipun sosok Budyanto dikenal kerap melakukan ritual, tetapi menurutnya itu bukan suatu kejanggalan.
Barang bukti yang disita oleh polisi perihal praktik ini adalah berbagai buku lintas agama, kemenyan, mantra-mantra, dan klentingan atau buli-buli. Jamhari melihat mantra tersebut bertuliskan aksara hijaiah atau aksara arab yang mengutip ayat Al Quran di lembaran kertas.
Kata yang dikutip salah satunya adalah 'Haa Mim' yang beberapa kali disebut dalam kitab tersebut. Ada juga ayat Al Quran dari surat Yusuf yang dicantumkan, diduga sebagai doa untuk memperkuat batin dalam mengarungi kehidupan, meminta kesejahteraan, memperlancar jodoh, dan menambah kharisma individu.
Lalu, kata Jamhari, keluarga di Kalideres tersebut juga melakukan lelaku ritual untuk memohon kesehatan. “Kesimpulan saya mereka bukan penganut sekte, apalagi apokaliptik, mereka orang normal yang bisa meninggal secara wajar karena penyakit dan lainnya,” kata Jamhari.
Baca juga: Merawat Jasad Ibunya Seolah-olah Masih Hidup di dalam Rumah, Dian Tak Ingin Mati Seperti Bunuh Diri