TEMPO.CO, Jakarta - Penurunan daya beli negara tujuan ekspor menjadi musibah bagi industri tekstil domestik. Tak sedikit pengusaha tekstil dan konveksi menjual mesit jahit karena berhenti produksi. Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Bandung (IPKB), Nandi Herdiaman menceritakan banyak rekannya yang gulung tikar dan merumahkan para pegawai.
"Banyak juga yang mencari pekerjaan menjahit. Biasanya kan korban PHK (pemutusan hubungan kerja). Beda kalau naik, biasanya mereka justru mencari penjahit," tuturnya kepada media dalam konferensi virtual, Rabu, 2 November 2022.
Tak hanya sepinya pesanan ekspor, Nandi mengaku kerap kalah bersaing dengan produk-produk impor di pasar domestik. Tak heran, kata dia, masyarakat lebih memilih barang impor yang harganya jauh lebih murah dibandingkan hasil produksi dalam negeri. Terlebih kini sedang banjir impor baju-baju bekas yang sedang digemari banyak konsumen.
Baca: Cerita Pengusaha Tekstil di Bandung: Berhenti Produksi dan Jual Mesin Jahit
Pengusaha lokal kesulitan menyaingi produk impor itu lantaran tak bisa mengurangi harga pokok penjualan. Ia mencatat, biasanya dalam enam bulan sebelum hari raya lebaran maupun Natal, banyak reseller atau penjual yang memesan stok produknya. Kini, penjual ragu-ragu berbisnis karena volume pembelian terus menyusut seiring kenaikan harga bahan-bahan pokok. Ketidakpastian pertumbuhan ekonomi tahun depan juga menambah kecemasan para penjual.
Pria yang juga pengurus industri kecil menengah (IKM) tekstil di Bandung ini berharap pengusaha IKM tekstil mendapatkan ruang lebih besar di pasar dalam negerinya sendiri. Nandi menilai daya beli di Indonesia masih besar ditambah inflasi yang masih relatif lebih rendah dibandingkan negara-negara lainnya.
"Saya yakin kalau pasar domestiknya dijaga, setidaknya 70 persen pasarnya dikuasai pasar lokal, maka IKM Indonesia akan maju," ucap Nandi.
Ketua Umum Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Provinsi Jabar (PPTPJB), Yan Mei mengungkapkan Jawa Barat sebagai pusat industri tekstil terbesar di Indonesia tengah mengalami badai PHK. Sejak dua pekan lalu, ia mencatat telah terjadi PHK di 14 kabupaten dan kota di Jawa Barat. Di antaranya, ada 18 perusahaan yang tutup dan imbasnya sekitar 9.500 karyawan kehilangan pekerjaannya.
Hingga kini, total karyawan yang terkena PHK di Jawa Barat, berdasarkan PPTPJB mencapai 64 ribu pekerja dari 124 perusahaan. Menurut Yan, jumlah PHK terus bertambah seiring bertambahnya laporan yang masuk. "Untuk mempertahankan pesanan yang ada saja kami cukup sulit," kata dia.
Yan mengungkapkan produksi tekstil terus menurun karena daya beli di negara-negara tujuan ekspor terbesar seperti di kawasan Amerika Serikat dan Eropa sedang melemah. Kondisi itu tidak hanya terjadi pada perusahaan-perusahaan tekstil skala kecil dan menengah, melainkan juga pada merek-merek besar seperti Nike, Victoria Secret, dan lainnya. Penjualan drop hingga 50 persen.
Selanjutnya: Tekanan Inflasi Perberat Masa Depan Industri