TEMPO.CO, Jakarta - Rusia dan Barat berhadap-hadapan dalam "perang" energi di tengah invasi Presiden Vladimir Putin ke Ukraina.
Putin memainkan cadangan gas berlimpah yang selama ini sangat dibutuhkan Eropa untuk membalas sanksi besar-besaran Barat akibat serangan ke Ukraina itu.
Dengan dalih pemeliharaan belum rampung, Rusia menunda pengoperasian pipa Nord Stream 1, saluran gas utamanya ke Jerman. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky memperingatkan soal tantangan musim dingin yang akan datang di tengah perkembangan di medan perang.
Para pemimpin Eropa menggelar pertemuan pada Minggu, 4 September 2022, dalam upaya mengurangi dampak harga energi yang meroket.
"Rusia sedang mempersiapkan pukulan energi yang menentukan pada semua orang Eropa untuk musim dingin ini," kata Zelensky dalam pidato video harian pada Sabtu, 3 September 2022, merespon penutupan pipa Nord Stream ke Eropa.
Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan pada Minggu, 4 September 2022, bahwa pemerintahnya telah merencanakan penghentian total pengiriman gas pada Desember. Ia menjanjikan langkah-langkah untuk menurunkan harga dan menekan inflasi. "Rusia bukan lagi mitra energi yang dapat diandalkan," kata Scholz dalam konferensi pers di Berlin.
Sebagai tanggapan, mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev menuduh Jerman sebagai musuh Rusia. "Dengan kata lain, Jerman telah mendeklarasikan perang hibrida terhadap Rusia," katanya.
Finlandia dan Swedia juga mengumumkan rencana untuk menawarkan miliaran dolar kepada perusahaan listrik untuk menghindari ancaman kebangkrutan di tengah krisis akibat seretnya pasokan gas Rusia.
Sebagai balasan, Negara-negara G7 mengumumkan rencana pembatasan harga pada ekspor minyak Rusia. Hal ini bertujuan untuk membuat bangkrut Rusia, sehingga bisa menghentikan perangnya di Ukraina.
Tak mau kalah, Kremlin pun menyatakan akan berhenti menjual minyak ke negara mana pun yang menerapkan pembatasan tersebut. Rusia sejak sanksi Barat dijatuhkan, mencoba berbagai cara mencari pasar baru minyaknya, termasuk dengan memberikan diskon besar.
Walhasil, sejumlah negara kepincut termasuk India dan China. New Delhi membeli lebih banyak minyak mentah dari Rusia sambil mencari cara untuk melindungi perusahaan minyak domestik dari hukuman jika mereka melanggar sanksi.
Hasilnya adalah lompatan besar dalam volume minyak dari Rusia. Pada Mei, India mengimpor 819.000 barel per hari, naik dari 277.000 pada April dan 33.000 barel tahun lalu. Rusia sekarang menjadi pemasok terbesar kedua minyak ke India, menggantikan Arab Saudi, namun masih di bawah Irak.
Strategi Uni Eropa Hadapi Ancaman Krisis Energi
Komisaris Ekonomi Uni Eropa Paolo Gentiloni menyatakan Eropa siap jika Presiden Putin menghentikan pengiriman gas dari Rusia. Dia mengatakan, Eropa memiliki kapasitas penyimpanan dan strategi penghematan energi.
"Kami sangat siap untuk melawan penggunaan senjata gas Rusia yang ekstrem," katanya kepada wartawan di sela-sela forum ekonomi yang diselenggarakan oleh The European House - Ambrosetti, Senin, 5 September 2022.
"Kami tidak takut dengan keputusan Putin, kami meminta Rusia untuk menghormati kontrak, tetapi jika tidak, kami siap untuk bereaksi," ujarnya menambahkan.
Prancis akan mengirim gas ke Jerman jika diperlukan sementara Jerman siap menggantinya dengan listrik, Presiden Emmanuel Macron mengatakan hal ini menunjukkan solidaritas Eropa dalam menghadapi krisis energi yang berasal dari perang di Ukraina.
Harga gas Eropa melonjak, harga saham turun dan euro tenggelam pada hari Senin setelah Rusia berhenti memompa gas melalui rute pasokan utama, dalam peringatan lain kepada 27 negara Uni Eropa karena bergegas untuk menanggapi krisis menjelang musim dingin.
Lain lagi yang dilakukan Yunani. Mereka akan mempertahankan tujuh pembangkit listrik tenaga batu bara berjalan lebih lama dari yang direncanakan sebelumnya karena negara-negara Eropa menyesuaikan diri dengan pemotongan aliran gas yang datang dari Rusia.
"Dalam jangka pendek beberapa negara Eropa akan mengalami penundaan dalam (rencana) dekarbonisasi mereka, tetapi ini juga bisa menjadi peluang ... memungkinkan untuk menghindari fase peralihan menuju hidrogen," kata CEO operator jaringan gas Yunani DESFA, Maria Rita Galli.
Penghentian pasokan gas Rusia ke Eropa ini, membuat Bank Sentral Eropa akan memberikan kenaikan suku bunga besar kedua untuk menjinakkan rekor inflasi yang tinggi. Hal ini dilakukan Italia dengan imbal hasil obligasi 10-tahun Italia kembali ke 4%.
Tampaknya perang energi di Eropa belum akan berakhir dalam waktu dekat. Namun dampaknya sudah terasa di seluruh dunia, dengan naiknya harga bahan bakar minyak dan energi, seperti dialami Indonesia.