TEMPO.CO, Jakarta - Beberapa hari terkahir, Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan mendapat dukungan sebagai calon presiden untuk Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Ada dua kelompok yang terang-terangan mendeklarasikan dukungan. Mereka adalah kelompok yang mengatasnamakan dirinya FPI Reborn, dan Majelis Sang Presiden.
Namun, aksi mereka menjadi sorotan karena ada sisi misterius di balik dukungan ini, termasuk munculnya dugaan bahwa deklarasi itu bertujuan untuk menggembosi Anies Baswedan yang disebut memiliki kans besar maju sebagai calon presiden 2024. Hingga kini, belum ketahuan dengan terang benederang, siapa yang menggerakkan mereka.
Kelompok FPI Reborn menjadi yang pertama mendeklarasikan dukungannya terhadap Anies dengan cara menggelar aksi unjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta, pada 6 Juni 2022. Aksi mereka pun viral di media sosial. Peserta aksi mengenakan baju serba putih dan membawa bendera besar bertuliskan FPI berwarna hijau. Mereka juga membawa sepanduk bertuliskan FPI Dukung Anies untuk Presiden 2024, Anies Presiden, FPI Reborn.
Foto-foto aksi ini pun turut dibagikan Politikus PSI Mohamad Guntur Romli melalui akun twitternya @GunRomli yan telah mendapat centang biru. Guntur membagikan foto-foto masa peserta aksi FPI Reborn ini pada pukul 14.11 WIB hari ini. Demikian juga aktivis medsos Eko Kuntadhi, dalam akun twitter @_ekokuntadhi pada pukul 13.12 WIB.
FPI tuding intelijen bergerak
Karena kata-kata FPI dicatut, Front Persaudaraan Islam yang telah lama menggunakan kata-kata FPI buka suara. Mereka membantah telah menggelar aksi itu melalui siaran pers berjudul Waspada FPI Palsu. Siaran pers ini ditandatangani langsung oleh Ketua Umum Front Persaudaraan Islam Muhammad Alattas, Sekretaris Umum Ali Abu Bakar Alattas, dan Penasihat Pusat Abuya Qurtubi Jaelani.
Dalam siaran pers ini, Front Persaudaraan Islam menganggap masa aksi itu telah digerakkan oleh intelijen. Sebab, mereka berpendapat, massa aksi ini tidak dikenal meski mereka membawa-bawa kata-kata FPI pada benderanya.
"Ada gerakan intelijen yang sangat berbahaya menggerakkan massa tidak dikenal dengan menggunakan nama dan bendera bertuliskan FPI serta pakaian serba putih," demikian dikutip dari siaran pers Front Persaudaraan Islam, yang dikeluarkan, Senin, 6 Juni 2022.
Ketua Bidang Advokasi DPP FPI Aziz Yanuar mengatakan hingga saat ini belum ada perintah dari pimpinan pusat untuk melaporkan pencatutan kata FPI itu. "Belum ada sikap. Menunggu arahan dari DPP FPI saja kami pada prinsipnya," kata Aziz saat dihubungi, Rabu, 8 Juni 2022.
Sekretaris Bantuan Hukum DPP Front Pembela Islam (FPI), Aziz Yanuar ditemui awak media di Polda Metro Jaya, Rabu, 18 November 2020. Tempo/M Yusuf Manurung
Mencari dalang di balik FPI Reborn
Aziz berujar hingga kini DPP FPI belum mengetahui siapa dalang di balik munculnya FPI Reborn. Mereka juga tidak mengenal seseorang yang bernama Choirul Anam, yang hadir di acara itu.
Video Choirul Anam yang mengaku diminta untuk membaca doa di kawasan Monas oleh seseorang bernama Eddy juga telah viral di media sosial. Anam datang ke sana bersama para santrinya.
Choirul Anam mengatakan merasa ditipu karena tidak melihat satu pun ada pengurus DPP FPI di Patung Kuda. Ia mengaku pula bahwa Eddy membagikan uang Rp 150 ribu kepada peserta aksi. Video Chairul Anam ini diunggah oleh akun twitter @DPP_LIP. "Tidak diketahui, yang jelas (Choirul Anam) bukan dari FPI," ucap Aziz.
Polisi juga membantah telah mengeluarkan izin FPI Reborn unjuk rasa. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Endra Zulpan menyatakan, ini karena kelompok itu tidak terdaftar sebagai organisasi masyarak (ormas) di Kementerian Hukum dan HAM. "Enggak ada ya kalau dari kami. Kami enggak ada mengeluarkan izin untuk FPI Reborn. Enggak ada itu," kata dia dikutip dari keterangannya, Rabu, 8 Juni 2022.
Meski demikian, Zulpan mengatakan, belum menerima informasi lebih jauh mengenai keberadaan massa amsi tersebut. Oleh sebab itu, dia mengaku belum mengetahui adanya tindak lanjut dari kepolisian mengawasi atau menindak aksi demo tak berizin itu. "Nanti saya koordinasikan lagi saya belum dapat data lengkapnya. (Tindak lanjutnya) nanti ya, kalau itu, kita masih dalami dulu," ujar Zulpan.
Majelis berbau eks HTI, eks FPI, dan eks narapidana terorisme
Setelah FPI Reborn muncul, Kelompok Majelis Sang Presiden mendeklarasikan dukungan terhadap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk maju pada Pilpres 2024 pada 7 Juni 2022 di Hotel Bidakara, Jakarta. Kelompok ini diisi mulai dari simpatisan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Front Pembela Islam (FPI), hingga eks Narapidana Terorisme.
Tapi, lagi-lagi, orang-orang yang pernah terlibat di HTI maupun FPI membantah kenal dengan orang-orang yang ada di lokasi itu. "Saya tidak mengetahui sama sekali acara itu. Tidak ada pembicaraan apapun terkait acara seperti itu," kata Mantan juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto.
Demikian juga mantan pengurus FPI yang kini menjadi Wakil Sekretaris Jenderal Persaudaraan Alumni (PA) 212 Novel Bamukmin. Dia mengaku tak kenal orang-orang yang mengaku eks FPI di acara deklarasi ini.
Dalam undangan acara deklarasi Majelis Sang Presiden ini, sebetulnya terdapat informasi Ketua Panitia yang bernama Abu Abdurrahman. Nomor dia pun turut dicantumkan dalam undangan tersebut. Namun, di media sosial Ketua Panitia ini disebut-sebut bernama Ahmad Amsori sebagaimana yang dibahas akun @BuronanMabes.
Kelompok masyarakat bernama Majelis Sang Presiden pagi ini berkumpul untuk mendeklarasikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai Calon Presiden 2024 di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu, 7 Juni 2022. Tempo/Fajar Pebrianto
Akun itu juga menyatakan bahwa Ahmad Amsori merupakan pengurus di Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LPBH PBNU) dan menjabat sebagai wakil ketua. Namun, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ahmad Fahrurrozimengaku tidak mengenali sosok ini. "Saya kurang faham siapa dia," kata Gus Fahrur saat dihubungi, Kamis, 9 Juni 2022.
Gus Fahrur juga mengatakan, dari pengurus NU lainnya, sepengetahuan dia tidak ada yang menjadi perwakilan untuk hadir di acara tersebut. Namun, dia menekankan, anggota NU sendiri sebetulnya berjumlah ratusan juta orang sehingga akan sulit mengidentifikasi per orangan. "Tidak ada yang mewakili pengurus NU. Tapi anggota NU secara kultural mungkin ratusan juta jumlahnya," ucap dia.
Belakangan, pengurus PBNU menyatakan, Ahmad Amsori atau Ahmad Ansori ini pernah aktif di Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama. Kini, dia tak lagi menjadi pengurus di LPBHNU ini.
Saat dihubungi kontak Amsori atau Abu Abdurrahman sebagaimana yang tertera diundangan, tidak ada yang menjawab. Namun, ketika dihubungi melalui pesan WhatsApp, pengguna nomor itu menjawab dengan kalimat yang isinya saat ini tidak ingin dihubungi. "Mohon maaf untuk sementara waktu di lain kesempatan saja ya. Kirim salam untuk semuanya. Terima kasih," kata Abu Abdurrahman.
Polres Metro Jakarta Selatan juga masih menyelidiki kegiatan ini. Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, Ajun Komisaris Besar Ridwan Soplanit mengatakan, salah satu penyelenggara yang tengah diperiksa berasal dari LSM Damai. Ini juga karena dalam acara itu muncul bendera bertuliskan lafaz tauhid yang mirip dengan bendera organisasi terlarang Hizbut Tahri Indonesia (HTI).
"Salah satu penyelenggara LSM Damai yang sedang kami lidik, apakah kegiatan itu berizin atau enggak, kemudian terkait dengan bendera yang dimaksud sudah kami lakukan penyelidikan," kata dia dikutip dari keterangannya, Kamis, 9 Juni 2022.
Manuver politik jatuhkan Anies?
Munculnya dua kelompok yang mendukung Anies ini pun mendapat sorotan dari Pakar politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin. Dia menganggap, deklarasi yang dilakukan kelompok FPI Reborn dan Majelis Sang Presiden merupakan langkah politik untuk menjatuhkan Anies.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini menjelaskan, kecenderungan itu tergambar dari pola aksi kedua kelompok ini yang sama-sama membawa ornamen organisasi terlarang, seperti FPI dan HTI, hingga eks narapidana terorisme. Selain itu, tak jelas juga siapa pihak di belakang mereka yang menggerakkan.
"Itu desain untuk menjatuhkan Anies agar seolah-olah tercipta image di masyarakat bahwa Anies bagian dari mereka. Dan kita tahu kelompok-kelompok tersebut merupakan kelompok yang dilarang oleh negara," kata Ujang saat dihubungi, Kamis, 9 Juni 2022.
Laskar Pembela Islam (LPI) berjaga saat massa dari berbagai daerah mulai memadati kawasan Petamburan, Jakarta, Selasa, 10 November 2020. Mereka bertujuan menunggu kedatangan Rizieq Shihab dari Arab Saudi ke Indonesia khususnya ke markas besar Front Pembela Islam (FPI). TEMPO / Hilman Fathurrahmam W
Oleh sebab itu, Ujang menganggap, acara-acara deklarasi ini merupakan gerakan politik dari kelompok-kelompok yang sebetulnya berada di luar barisan Anies, atau yang merupakan lawan politik Anies. Menurutnya, kelompok ini digerakkan dengan operasi khusus oleh pihak-pihak tertentu.
"Mereka ingin menjatuhkan Anies dari sejak dini. Kelihatannya seperti operasi khusus untuk hajar Anies. Ini menandakan bahwa genderang perang soal pencapresan sudah dimulai," ucap dia.
Soal kelompok mana yang mendalangi gerakan-gerakan itu, Ujang mengaku perlu investigasi mendalam guna mengungkapnya. Jika dalang dari kelompok-kelompok ini mampu terungkap dan terbukti dari lawan politik Anies maka akan bisa menjadi dampak baik buat Anies menuju Pemilu 2024.
"Jika tuduhan itu tak terbukti, justru akan menguntungkan Anies. Jadi karena itu operasi ingin menghancurkan Anies, maka Anies bisa saja akan punya dampak elektoral," ujar dia.
Bagi Anies, Ujang menyarankan, dia harus buka suara sejak kini untuk memberikan pernyataan yang kongkret bahwa kelompok-kelompok itu bukan dari bagiannya. Kejelasan sikap dan pernyataan Anies menurutnya bisa mencegah merosotnya elektabilitas Anies menuju Pilpres 2024.