TEMPO.CO, Jakarta - Ferdinand Marcos Jr hampir dipastikan meraih kemenangan dalam pilpres Filipina yang digelar kemarin, Senin, 9 Mei 2022. Putra mendiang diktator Ferdinand Marcos ini meraup lebih dari 90 persen suara dalam hitung cepat dibandingkan saingan terberatnya, Leni Robredo.
Kemenangan pria yang disapa Bongbong ini nyaris tak pernah terpikirkan sebelumnya. Keluarga Marcos kembali ke tampuk kekuasaan setelah jatuh dan terasing di luar negeri lebih dari 36 tahun lalu.
"Saya harap Anda tidak akan bosan mempercayai kami," kata Marcos kepada para pendukungnya dalam sambutan yang disiarkan di Facebook, seperti dilansir dari Reuters, Selasa, 10 Mei 2022.
"Kami memiliki banyak hal yang harus dilakukan," katanya. Ia mengatakan pembangunan Filipina akan melibatkan banyak orang.
Ferdinand Marcos Jr memperoleh 29,9 juta suara, dua kali lipat dari saingannya Leni Robredo yang kini menjabat sebagai wakil presiden. Dengan demikian, Marcos Jr. mendapatkan 93,8 persen suara yang memenuhi syarat dihitung, menurut penghitungan Komisi Pemilihan Umum (COMELEC). Hasil resmi akan diumumkan akhir bulan ini.
Dalam kampanyenya, Marcos, 64 tahun tak menampilkan platform kebijakan yang nyata. Ia menjual pesan persatuan yang sederhana namun ambigu.
Analis memperkirakan Marcos akan berfokus menyelesaikan proyek infrastruktur multi-miliar dolar yang dilakukan presiden sebelumnya, Rodrigo Duterte. Marcos juga akan merapat ke China. Namun masalah korupsi dan nepotisme masih membayangi di Filipina dan diperkirakan memburuk.
Mulusnya langkah Ferdinand Marcos Jr meraih kemenangan dalam pilpres Filipina disebut karena andil Duterte. Putri Duterte, Sara Duterte-Carpio akan maju sebagai wakil presiden dan berpasangan dengan Marcos.
Duterte mendukung Marcos dan meraih suara dari pemilih baru. Penghitungan tidak resmi menunjukkan Duterte-Carpio telah memenangkan kursi wakil presiden dengan lebih dari tiga kali lipat suara dari lawan terdekatnya.
Dilansir dari TIME, Selasa, 10 Mei 2022, mayoritas pendukung Marcos adalah mereka yang berusia di bawah 30 tahun. Para pemilih itu tidak lahir di era diktator Ferdinand Marcos Sr. berkuasa.
Ayah Bongbong, Ferdinand Marcos Sr. memimpin Filipina mulai 30 Desember 1965 hingga 25 Februari 1986. Ia memberlakukan darurat militer nasional dan melakukan pelanggaran hak asasi manusia, korupsi serta perlambatan ekonomi besar-besaran.
Menurut salah satu pemilih, Reian Azcune, 20 tahun, saat berkampanye Marcos Sr. tak pernah mengolok-olok kandidat lainnya. “Dia adalah orang yang berhati hati,” ujar Azcune.
Marcos Jr. menggunakan berbagai platform media sosial untuk mendongkrak popularitasnya di kalangan anak muda. Timnya terlibat dengan jutaan pengguna di TikTok dan Facebook, baik di dalam maupun di luar Filipina.
Dalam kampanyenya, ia mengusung “persatuan” sebagai sarana untuk mengangkat negara dari kelesuan ekonomi akibat pandemi COVID-19. Terlepas dari pesan ini, ia telah menjadi kandidat yang paling memecah belah dalam pilpres Filipina.
Sebaliknya, lawan politik mengutuk pelanggaran hak asasi manusia selama kediktatoran ayahnya, miliaran dolar dalam kekayaan haram dan pajak keluarga yang belum dibayar. Mereka juga menunjukkan bahwa ibu pemimpin Imelda Marcos telah berhasil menghindari penjara, meskipun dihukum karena korupsi.
Kritikus mengatakan kemenangan Bongbong Marcos akan menimbulkan ancaman besar bagi demokrasi Filipina. Negara Asia Tenggara berpenduduk 110 juta orang ini telah mengalami perang narkoba berdarah Duterte. Selain itu rakyat Filipina akan menghadapi tindakan keras akibat perbedaan pendapat, seperti saat kepemimpinan Marcos Sr.
Namun mereka yang tidak mengalami rezim ayahnya, Ferdinand Marcos Jr menawarkan pilihan yang menyegarkan, yang gagal diraih presiden sebelumnya. Ia menjanjikan akan mengatasi kemiskinan yang parah, infrastruktur yang lemah, dan korupsi yang mengakar di Filipina.
“Anda memiliki suksesi administrasi yang benar-benar gagal memenuhi cita-cita dan aspirasi fundamental rakyat Filipina, yang diungkapkan dalam revolusi 1986,” kata Richard Heydarian, seorang profesor ilmu politik dan pakar geopolitik Asia yang berbasis di Manila.
REUTERS | ALJAZEERA | TIME | CNN