TEMPO.CO, Jakarta - Sikap pengurus Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) terbelah menjadi dua, yakni kubu pendukung dan penolak usulan Jokowi 3 Periode.
Aspirasi para pendukung mulanya disuarakan dalam acara Silaturahmi Nasional Apdesi di Istora Senayan, Jakarta, Selasa, 29 Maret 2022. Acara tersebut dihadiri Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Selain itu, juga dihadiri Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan--yang didapuk menjadi Ketua Dewan Pembina Pengurus Pusat Apdesi.
Muslim, kepala desa dari Aceh Tenggara, Aceh, menyampaikan usulan Jokowi 3 Periode itu kepada Luhut. “Saya yakin Bapak (Luhut) bisa mengabulkannya dan Pak Presiden bisa mengabulkannya. Jokowi tiga periode, setuju?” kata Muslim, dalam acara itu. Luhut menjawab sorakan itu dengan senyuman.
Kasak-kusuk lantas merebak bahwa deklarasi itu merupakan arahan Luhut. Jubir Luhut, Jodi Mahardi membantah bahwa bosnya memberi perintah. "Tidak ada perintah, malah dilarang untuk membuat pernyataan perpanjangan atau tiga periode. Ya kalau ada yang spontan wajar aja lah, namanya juga presiden populer. Sama saja kayak kunjungan presiden ke daerah, suka diteriakin tiga periode atau perpanjangan," tutur Jodi, Ahad, 3 April 2022.
Namun bukan sekadar ceplos, Ketua Apdesi Surtawijaya menyatakan siap mendeklarasikan dukungan secara resmi. "Habis lebaran kami deklarasi," kata dia.
Setelah Surtawijaya, menyatakan dukungan terhadap ide Jokowi 3 periode, Arifin Abdul Majid, Ketua Umum Apdesi versi lain, lantas menyatakan keberatannya. Arifin menolak upaya yang membawa-bawa organisasi kepala desa se-Indonesia ke ranah politik. "Deklarasi itu membuat kami difitnah oleh masyarakat," kata dia.
Arifin tak mempermasalahkan individu yang mendukung ide Jokowi 3 periode. Namun, ia melanjutkan, secara kelembagaan, Apdesi tak seharusnya dibawa-bawa dalam urusan politik. Sebab, keramaian di Istora Senayan tersebut membentuk opini publik bahwa seolah-olah seluruh kepala dan perangkat desa yang tergabung dalam Apdesi mendukung perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi.
Arifin mengklaim Apdesi di bawah kepengurusannya sebagai versi yang sah karena mendapat pengesahan sebagai organisasi masyarakat berbadan hukum sejak 2016, sesuai dengan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia pada 2016 serta 2021. Arifin terpilih menjadi Ketua Apdesi periode 2021-2026 dalam pemilihan yang berlangsung pada November 2021. Ia menggantikan Suhardi Buyung yang menjabat sejak 2016. Adapun kepengurusan Apdesi versi Surta Wijaya dimulai pada September 2021, setelah ia menggantikan Sindawa Tarang yang menjabat sejak 2011.
Dualisme di tubuh Apdesi terjadi dalam musyawarah nasional 2014. Menurut Arifin, saat itu Ketua Umum Sindawa Tarang mendapat mosi tidak percaya. Sebab, dia dianggap membawa Apdesi bermanuver politik lewat dukungannya terhadap salah satu calon presiden pada Pilpres 2014. Hal itu dinilai melanggar anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Apdesi.
Asosiasi itu pun terpecah menjadi tiga kubu, yakni kubu Wargiati, Sindawa Tarang, dan Suhardi Buyung. Wargiati kemudian memutuskan membentuk Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Papdesi) yang masih ada hingga saat ini. Sedangkan kubu Sindawa dan Suhardi sama-sama ingin tetap menggunakan nama Apdesi.
Pada 2015, Arifin sempat menawarkan munas bersama bagi kedua kubu agar bisa kembali bersatu. Namun, tawaran itu diabaikan oleh kubu Sindawa. Arifin pun kemudian menggelar munas pada 2016, yang memutuskan Suhardi menjadi ketua umum. Tak lama berselang, pengesahan dari Kementerian Hukum didapatkan setelah ia mengurus berkasnya.
Sekretaris Jenderal Apdesi versi Surta Wijaya, Anwar Sadat, mengatakan ormas yang ia ikuti juga sah dan valid karena tercatat di Kementerian Dalam Negeri sejak 2006 serta sudah diperpanjang tiga kali. Munas pun telah digelar hingga tingkat kepengurusan di kecamatan.
Direktur Jenderal Polpum Kementerian Dalam Negeri, Bahtiar, mengatakan Apdesi versi Surta Wijaya ataupun Arifin sama-sama diakui pemerintah. Bahtiar menuturkan kedua organisasi itu berbeda. Apdesi versi Surta Wijaya hanya menggunakan satu huruf "s" dalam kata "Asosiasi" pada nama organisasinya. Sedangkan versi Arifin menggunakan dua huruf "s", yakni "Assosiasi". Selain itu, pengurus dan kantor keduanya berbeda.
Perbedaan lainnya, akta pendirian Apdesi versi Surta Wijaya yang tercatat di Kementerian Dalam Negeri diterbitkan notaris Rosita Rianauli Sianipar dengan nomor akta 3 pada 17 Mei 2005. Sedangkan akta pendirian Apdesi versi Arifin diterbitkan notaris Fitrilia Novia Djamily dengan nomor akta 12 pada 31 Agustus 2021. "Organisasinya berbeda. Salah satu syarat ormas yang daftar di Kemendagri adalah memiliki surat pernyataan dari pengurus bahwa tak ada konflik kepengurusan. Surat pernyataan tersebut merupakan tanggung jawab pengurus ormas yang mengajukan SKT. Prinsip kami melayani, karena berorganisasi adalah hak warga negara," kata Bahtiar.
Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies (Infus) Gde Siriana Yusuf menilai upaya memobilisasi kepala desa untuk mendukung Jokowi tiga periode ini sudah sangat telanjang di mata publik. Bahkan, gagasan menambah masa kekuasaan presiden itu kini sudah turun ke tataran operasional.
Yusuf khawatir, pertarungan elite yang merambah ke akar rumput akan menimbulkan konflik horizontal. Mobilisasi dukungan akar rumput ini dinilai berpotensi membelah masyarakat. Potensi konflik sosial antara pendukung dan penolak agenda Jokowi tiga periode atau perpanjangan masa jabatan presiden ditengarai dapat memicu kekacauan serta ketidakstabilan politik dan keamanan.
"Nafsu kekuasaan ternyata tidak mempedulikan kohesi sosial masyarakat dan bahkan cenderung memecah-belahnya," tulis Yusuf dalam kolom opini Koran Tempo edisi 1 April 2022.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin menilai masyarakat kini sengaja dibelah, agar tak kompak menolak agenda penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden, sehingga muncul pro dan kontra. "Apdesi dibelah, mahasiswa dibelah, ormas dibelah, partai politik di belah, ulama dibelah, dan masyarakat pun dibelah. Ini akan berbahaya dan membuat polarisasi di masyarakat makin besar," tuturnya, Ahad, 3 April 2022.
Ujang mengingatkan, mestinya para elite politik berjiwa negarawan dan menyetop wacana perpanjangan masa jabatan presiden atau Presiden Jokowi 3 periode. Presiden Jokowi juga diminta tegas berbicara kepada masyarakat bahwa tak akan ada amandemen konstitusi selama masa pemerintahannya. "Dengan demikian, baru persoalan wacana Jokowi 3 periode akan beres.
Namun selama Jokowi masih malu-malu tapi mau dan tim-timnya memobilisasi dukungan masyarakat, maka ini akan membuat masyarakat terbelah," ujar Ujang.