Tarif Integrasi Bikin Rugi?
Syafrin mengutarakan program tiket integrasi ini akan membuat tiga BUMD DKI rugi dalam jangka pendek. Musababnya, perusahaan mengucurkan diskon tarif, tapi jumlah penumpang masih terbilang sedikit.
Syafrin membeberkan simulasi perhitungan pendapatan tiga BUMD yang terkoreksi alias minus apabila telah menerapkan tarif integrasi pada 2019-2021.
Pada 2019, pendapatan tiga BUMD DKI mencapai Rp 859,13 miliar dengan total 287,26 juta penumpang. Sementara realisasi public service obligation (PSO) atau subsidi tiket sebesar Rp 3,16 triliun. Jika diterapkan tarif integrasi JakLingko, maka pendapatan tiga perusahaan minus Rp 14,46 miliar.
Kemudian di 2020, pendapatan tiket tiga BUMD mencapai Rp 380,54 miliar dengan total 142,2 juta penumpang. Subsidi tiket yang dikucurkan pemerintah DKI naik menjadi Rp 3,59 triliun. Skema tarif integrasi juga akan menggerus pendapatan tiket, yakni minus Rp 6,48 miliar.
Dishub juga menghitung perkiraan pendapatan tiket tiga BUMD pada 2021. Jumlah penumpang tahun lalu hanya 131,82 juta, sehingga pendapatan tiket juga merosot menjadi Rp 292,23 miliar. Jika kala itu integrasi tiket sudah berjalan, tutur Syafrin, maka pendapatan tiket tiga BUMD minus Rp 4,84 miliar.
Syafrin meyakini jumlah penumpang atau ridership transportasi umum bakal meningkat pascapenerapan tarif integrasi. Dia memperkirakan kenaikannya pada tahap awal menyentuh satu persen.
Dia melanjutkan, program ini memberikan kemudahan kepada penumpang untuk berpindah moda transportasi. Program tarif integrasi dianggap dapat memerikan pelayanan yang mementingkan aspek keselamatan, keamanan, kenyamanan, keterjangkauan, dan kesetaraan.
Pendapatan perusahaan pun otomatis naik, sehingga menutup kerugian. Tiga BUMD juga tidak akan meminta tambahan subsidi tiket. "Tetap PSO yang sekarang itu mampu meng-cover pengaruh dari integrasi," ucap dia.
Aplikasi Super Jak Lingko untuk integrasi transportasi di Stasiun LRT Pegangsaan II, Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 4 Oktober 2021. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Anggota Komisi B, Suhud Alynudin, mempertanyakan tujuan program ini. Setelah menyimak paparan data dari Syafrin, dia mempertanyakan apakah tarif integrasi tepat sasaran mengatasi persoalan transportasi di Ibu Kota.
"Saya memang agak bingung juga program ini kami mau arahkan ke mengatasi persoalan transportasi atau kami ingin memberikan insentif transportasi murah kepada masyarakat," ucap politikus PKS itu.
Anggota Komisi B lain, Gilbert Simanjuntak, mempertanyakan dasar perhitungan tarif maksimal Rp 10 ribu. Asumsi jumlah penumpang yang memanfaatkan program ini juga diperlukan, khususnya dari warga non-DKI.
"Bukannya kami menolak, sama sekali tidak. Kami sangat setuju, karena masyarakat diuntungkan, tapi kami merasionalisasi bagaimana dasar perhitungannya," terang politikus PDIP ini.
Selanjutnya: Warga Sambut Positif