TEMPO.CO, Jakarta - Dugaan pelanggaran HAM di kerangkeng Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin mulai terkuak. Beberapa orang diduga meregang nyawa dalam sel tersebut.
Anggota Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Choirul Anam mengantongi banyak kesaksian sepulangnya dari Langkat, pada Sabtu, 29 Januari 2022. Dia mengatakan kesaksian itu memperkuat dugaan terjadinya kekerasan di kerangkeng tersebut.
“Informasi ini cukup solid,” kata Anam saat dihubungi, Ahad, 30 Januari 2022.
Komnas HAM menurunkan tim ke Langkat untuk menelusuri informasi, memeriksa saksi dan korban. Anam menjadi komisioner yang ikut berangkat. Salah satu temuan yang dikantongi Komnas, kata dia, ada sejumlah orang yang diduga meninggal saat menghuni kerangkeng tersebut.
Anam belum mau menyebutkan jumlah pasti korban tewas selama menghuni kerangkeng tersebut. Menurut dia, informasi adanya korban tewas didapatkan setelah memeriksa sejumlah saksi. Dia mengatakan pihak Kepolisian Daerah Sumatera Utara juga menemukan informasi serupa tentang korban tewas lainnya. “Jumlah korban meninggal masih bisa bertambah,” ujar dia.
Anam menuturkan kejadian korban tewas dalam waktu yang berbeda-beda. Menurut informasi awal, korban meninggal karena asam lambung. Namun, dia mengatakan menemukan lebih dari satu saksi yang menyatakan bahwa korban tewas akibat kekerasan.
Dia mengatakan korban mengalami kekerasan pada saat awal menghuni hingga satu bulan setelahnya. Tim yang diterjunkan Komnas HAM, kata dia, menemukan istilah masa orientasi untuk penghuni baru. Penghuni baru diduga mengalami kekerasan selama masa ini.
Bentuk kekerasan, kata dia, menggunakan tangan atau alat. Terduga pelaku adalah penghuni dan orang di luar penghuni. Dia mengatakan menemukan salah satu jenis kekerasan yang ditemukan adalah pukulan. Dia menyebut hantaman itu diberi nama pukulan 2,5 kancing baju. Pukulan ini merujuk pada pukulan ke bagian ulu hati.
“Kami sudah mendapatkan bagaimana kekerasan berlangsung sampai menimbulkan korban,” ujar Anam.
Keberadaan kerangkeng di rumah Bupati Langkat terkuak saat tim penyelidik melakukan operasi tangkap tangan di Langkat pada pertengahan Januari 2022. Dalam operasi itu, tim penyelidik menemukan keberadaan kerangkeng. Mereka mendokumentasikan kerangkeng itu. Belakangan, Migrant Care melaporkan keberadaan kerangkeng itu ke Komnas HAM. Migrant Care menduga telah terjadi perbudakan modern.
Dari penelusuran Komnas, tempat itu memang ditujukan sebagai tempat rehabilitasi. Namun yang menjadi masalah adalah tempat itu tidak memiliki izin dari Badan Narkotika Nasional Kabupetan Langkat. Temuan Komnas mengkonfirmasi bahwa terjadi tindak kekerasan dalam kerangkeng tersebut.
Anam mengatakan Komnas HAM meminta kepolisian untuk mengusut peristiwa kekerasan yang menimbulkan korban jiwa ini. Dia meminta polisi untuk menjamin perlindungan saksi dan korban selama masa penyelidikan, hingga penyidikan. Jaminan keamanan korban dan saksi, kata dia, penting agar kasus ini bisa diselesaikan.
“Kami yakin kalau banyak yang bicara kami bisa menemukan korban yang lebih banyak,” kata dia.
Permintaan Anam agar polisi memastikan bukan tanpa alasan. Pasalnya, Komnas menemukan adanya kecenderungan para saksi untuk membantah adanya kekerasan dalam sel tersebut.
“Contoh keterangan itu, pasti kondisinya baik-baik saja, tidak ada kekerasan. Itu yang diseragamkan,” kata Anam.
Padahal, kata dia, Komnas menemukan lebih banyak keterangan yang menyatakan terjadi penyiksaan di sel tersebut. Anam belum memastikan bahwa para korban dan saksi mengalami intimidasi.
Dengan semua temuan itu, kesimpulan Komnas HAM tentang terjadinya pelanggaran HAM semakin dekat. Namun, Komnas perlu mengundang ahli untuk menyimpulkan tentang dugaan terjadinya perbudakan modern. Komnas dalam waktu dekat juga akan memeriksa Terbit Rencana yang kini menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi.
“Kami harap dalam minggu ini bisa melakukannya,” kata dia.
Baca: LPSK Temukan Dokumen Penghuni Kerangkeng Bupati Langkat Ditarik Bayaran