Feri menuturkan ia dan sejumlah pakar hukum tata negara mendukung jika ada yang menggugat UU IKN ke Mahkamah Konstitusi. Feri menyatakan siap menjadi kuasa hukum penggugat ataupun ahli jika diperlukan. "Karena undang-undang ini bermasalah, kami yakin untuk menjadi bagian penggugat," ujarnya.
Kejanggalan dalam isi UU ibu kota baru juga ditemukan oleh organisasi Auriga. Direktur Hukum Auriga Nusantara Roni Saputra menuturkan pemerintah melanggar konsep pemerintahan daerah khusus sesuai dengan Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang Pemerintah Daerah. Wujud pelanggaran itu adalah UU IKN Nusantara mengatur pemerintahan di ibu kota berbentuk otorita. Lalu ibu kota negara akan dipimpin oleh kepala otorita IKN sebagai jabatan setingkat menteri.
Menurut Roni, nomenklatur otorita sama sekali tak dikenal dalam aturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. IKN Nusantara, menurut tim Auriga, adalah lembaga pemerintah daerah khusus dan menjadi provinsi ke-35 di Indonesia.
Kepala daerah khusus adalah gubernur yang dipilih melalui pemilihan umum. Kerja-kerja gubernur juga semestinya diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi. "Bentuk otorita ini adalah kecacatan yang bertentangan dengan UUD," ujar dia.
Rencana untuk menggugat UU IKN ke Mahkamah Konstitusi dilontarkan pakar ekonomi senior Faisal Basri. Menurut dia, pengesahan Undang-undang IKN sangat tergesa-gesa. Ada masih banyak masalah yang lebih penting yang harus diselesaikan pemerintah saat ini ketimbang memindahkan Ibu Kota Negara. "Saya akan berusaha ini dibawa ke judicial review, tapi belum tahu waktunya kapan," kata dia,
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa, menampik pembahasan UU ibu kota baru dilakukan secara terburu-buru. Ia menyebut proses pembahasannya sudah berjalan cukup lama. "Pada waktu penyusunan partisipasi publik, proses pembentukan UU sudah 2 tahun," kata Suharso.
Dari sisi kematangan naskah akademik, materi, hingga pemilihan nama Nusantara sebagai nama ibu kota baru nanti, menurut Suharso sudah dibahas sejak jauh-jauh hari. Hanya saja, belakangan memang pembahasannya sempat terputus karena adanya pandemi Covid-19 di Indonesia.
"Ditahan oleh presiden karena pandemi. Jadi 2020 jangan dibahas dulu. 2021 pun dikasih September setelah (pandemi) melandai," kata Suharso.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Irfan Pulungan, mempersilakan masyarakat jika ingin menggugat UU Ibu Kota Negara. Meski begitu, ia mengatakan pemindahan ibu kota baru akan tetap dilakukan. "Namanya hak konstitusi tidak bisa kami larang. Pada akhirnya nanti MK melaksanakan itu, ya harus dihadapi kan (gugatan itu)," kata Irfan saat dihubungi.
Baca: Ibu Kota Negara Bernama Nusantara, Ini Pendapat Sejarawan UGM
EGI ADYATAMA | MAYA AYU PUSPITASARI