TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pakar dan epidemiolog memprediksi sudah ada transmisi lokal atau penyebaran antarwarga kasus Covid-19 berjenis B.1.1.529 atau varian Omricon di Indonesia.
Dugaan ini muncul sehubungan pasien pertama yang terdeteksi varian Omicron adalah petugas kebersihan di Wisma Atlet Kemayoran. Pasien tidak memiliki riwayat perjalanan ke luar negeri dan belum diketahui siapa penular awalnya.
"Maka artinya sudah ada penularan di dalam negeri," ujar mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Tjandra Yoga Aditama lewat keterangannya pada Ahad, 19 Desember 2021.
Kasus Omicron pertama awalnya diketahui dari pengambilan sampel rutin karyawan Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran.
Hasil PCR yang dilakukan pada 8 Desember 2021 menunjukkan tiga petugas kebersihan Wisma Atlet Kemayoran terkonfirmasi positif Covid-19. Pada 10 Desember, sampel tiga petugas kebersihan Wisma Atlet itu lantas dikirimkan ke Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) untuk dilakukan whole genome sequencing (WGS).
Pada 15 Desember, hasil WGS keluar. Dari pemeriksaan sampel tersebut, ditemukan satu dari tiga petugas kebersihan Wisma Atlet terkonfirmasi varian Omicron, dua lainnya tidak terjangkit varian baru Covid-19 itu.
"Besar kemungkinan varian ini sudah ada yang menyebar di dalam, karena kan ini kasusnya sudah lama," ujar Epidemiolog dari Griffith University, Australia, Dicky Budiman, Ahad, 19 Desember 2021.
Jumat lalu, dua kasus baru selanjutnya diumumkan. Dua pasien baru pulang dari Amerika Selatan dan Inggris. Mereka terkonfirmasi Omicron setelah menjalani karantina wajib 10 hari seusai kembali dari luar negeri.
"Hal ini menunjukkan bahwa sistem proteksi pemerintah sudah berjalan dengan baik untuk mencegah penularan dari pendatang dari luar negeri yang terjangkit Covid-19," ujar Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmidzi, kemarin.
Sejumlah upaya yang dilakukan pemerintah mengantisipasi meluasnya varian baru, di antaranya dengan menutup sementara pelaku perjalanan dari negara dengan transmisi Omicron dan negara sekitarnya. Namun, untuk Warga Negara Indonesia (WNI) tetap diperbolehkan masuk dengan syarat ketat yaitu 14 x 24 jam untuk WNI dari negara dengan transmisi omicron. Sedangkan untuk WNI dari negara lainnya wajib karantina 10 x 24 jam.
Epidemiolog Dicky Budiman mengatakan, pengetatan pintu masuk dari luar negeri saja tidak efektif. Sebab, varian Omicron dinilai telah menyebar. "Menutup pintu itu enggak terlalu efektif ya, karena ini kan besar kemungkinan sudah masuk di dalam. Jadi yang harus dilakukan utamanya adalah pengetatan pembatasan mobilitas di dalam negeri," ujar Dicky.
Pelaku perjalanan, ujar Dicky, harus dipastikan yang yang sudah memiliki status vaksinasi penuh, tidak bergejala, dan tidak juga dalam kasus kontak erat dengan pasien Covid-19. Selain itu, deteksi dini juga dinilai sangat penting dengan peningkatan surveilans, serta peningkatan testing dan tracing.
Selanjutnya, upaya proteksi dengan peningkatan vaksinasi serta membangun literasi dengan komunikasi risiko yang baik kepada masyarakat. "Kalau tidak ada intervensi yang memadai, tentu ada potensi terjadi lonjakan kasus seperti di Inggris dan Amerika," ujarnya.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito mengatakan, pemerintah memiliki empat strategi untuk pengendalian kasus di dalam negeri. Pertama, pembatasan mobilitas masyarakat.
Namun, Wiku mengakui, data Google Mobility menunjukkan adanya peningkatan sejak Juli hingga Desember 2021 seperti di terminal, stasiun, bandara dan pelabuhan, pusat perbelanjaan retail, rekreasi taman atau ruang terbuka publik serta perkantoran. Untuk itu, ia meminta masyarakat bersama-sama menahan diri untuk berpergian, terutama saat libur Natal dan Tahun Baru ini.
"Mari kita bersama mempertahankan mobilitas yang aman Covid-19 dengan mematuhi kebijakan dan disiplin protokol kesehatan," ujarnya.
Kedua, cakupan vaksinasi dosis lengkap. Namun faktanya, baru tiga provinsi yang cakupannya mencapai 70 persen, yaitu; Kepulauan Riau, DI Yogyakarta dan Bali. Sementara, 31 provinsi lagi capaiannya dibawah 70 persen. Atau setidaknya ada 19 provinsi yang capaiannya masih di bawah target WHO yaitu 40 persen.
Menurut Wiku, pemerintah telah berupaya keras memenuhi kebutuhan vaksin nasional dengan mengamankan stok vaksin melalui berbagai kerja sama. "Partisipasi dan peran aktif masyarakat dibutuhkan untuk turut serta dalam program vaksinasi dan tidak membeda-bedakan jenis vaksin. Semua vaksin yang tersedia sudah dipastikan aman dan efektif bagi masyarakat," ujar Wiku.
Ketiga, protokol kesehatan. Beberapa lokasi menunjukkan kedisiplinan cukup baik memakai masker. Namun, masih ada beberapa lokasi yang kepatuhannya rendah, seperti pemukiman penduduk, kedai makanan, stasiun dan Terminal serta pasar rakyat.
"Mari bersama kita pertahankan kondisi yang terkendali ini dengan menerapkan disiplin protokol kesehatan sebagai cara yang paling mudah murah dan efektif," lanjutnya.
Keempat, testing dan tracing. Keduanya hal utama mendeteksi kasus secara masif. Pendeteksian yang semakin cepat dan masif dapat mencegah meluasnya penularan dan dapat meningkatkan potensi kesembuhan karena segera ditangani.
Saat ini, ujar Wiku, angka testing terus meningkat melebihi 1,6 juta orang per minggu ini. Namun, jumlah ini didominasi pemeriksaan antigen sebesar 88 persen, sedangkan PCR sebesar 12 persen. "Dalam hal ini, kami meminta pemerintah daerah bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan untuk segera melakukan upaya tracing begitu orang positif teridentifikasi," ujar Wiku.