TEMPO.CO, Jakarta - Jadwal penyelenggaraan Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama (NU) belum juga jelas. Sampai saat ini belum ada keputusan dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ihwal kepastian jadwal Muktamar NU.
Ketua PBNU, Saifullah Yusuf mengatakan, Rais Aam, KH Miftachul Akhyar, telah menerbitkan surat perintah. Salinan yang diterima Tempo, surat itu memerintahkan panitia agar segera mengambil langkah-langkah terukur untuk menyelenggarakan Muktamar NU pada 17 Desember 2021.
"Semua pihak harus mematuhi keputusan Rais Aam, sebagai pemegang komando tertinggi PBNU," ujar pria yang akrab disapa Gus Ipul itu, Jumat, 26 November 2021.
Gus Ipul menyebut, surat perintah itu tidak ujug-ujug dikeluarkan oleh Rais Aam PBNU. Menurut Gus Ipul, rapat PBNU untuk membahas jadwal Muktamar sebetulnya telah dilakukan pada Rabu, 24 November 2021. Peserta rapat adalah Rais Aam, Katib Aam, Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal PBNU. Namun, kata Gus Ipul, rapat pada hari itu tidak membuahkan keputusan alias deadlock.
"Jadi, Rabu sudah rapat. Rupanya tidak ditemukan kata sepakat untuk memajukan muktamar. Alasannya soal kesiapan panitia. Untuk mendapat laporan soal kesiapan, lalu rapat mencoba menghubungi panitia. Ternyata Pak M. Nuh selaku Ketua Panitia Pengarah sedang di lapangan, di Lampung. Sementara Ketua Panitia Pelaksana, Pak Imam Aziz, hari Rabu itu tidak bisa dihubungi," ujar Gus Ipul.
Kemudian, Sekjen PBNU meminta agar rapat ditunda dan dapat dilanjutkan pada keesokan hari, Kamis, 25 Desember 2021. Keempatnya sepakat bertemu lagi pada Kamis dan mengundang Panitia Muktamar.
Keesokan hari, Rais Aam dan Katib Aam datang kembali melanjutkan rapat yang tertunda. Namun, hingga sore hari, kata Gus Ipul, Ketua Panitia, Ketua Umum dan Sekjen tidak muncul.
Karena tidak ada kejelasan soal kehadiran Ketua Umum, Sekjen dan Ketua Panitia itulah, lanjut Gus Ipul, maka Rais Aam memutuskan untuk menerbitkan surat perintah pelaksanaan Muktamar NU pada 17 Desember 2021.
"Rapat Kamis itu, harusnya dimulai ba'da dzuhur. Tapi, jangankan Ketua Panitia, bahkan Ketua Umum dan Sekjen saja tidak muncul. Ini yang saya katakan bahwa PBNU itu tidak sedang baik-baik saja," ujar Gus Ipul.
Tempo mencoba menghubungi Sekjen PBNU, Helmy Faishal Zaini, Ketua Panitia Pelaksana Imam Aziz, serta Ketua Panitia Pengarah M. Nuh untuk mengonfirmasi keterangan Gus Ipul, namun pesan maupun telepon tidak direspons.
Ketua PBNU Marsudi Syuhud menyebut, rapat pengambilan keputusan belum digelar. Menurut Marsudi, Rabu lalu hanya sebatas diskusi menyampaikan keinginan. "Belum rapat. Masih wacana keinginan-keinginan," ujarnya lewat pesan singkat, Ahad, 28 November 2021.
Ketua tim pelaksana pemenangan Said Aqil itu enggan menjelaskan penyebab keputusan jadwal Muktamar masih menemui jalan buntu. Ia hanya menyebut, rapat pengambilan keputusan akan digelar secepatnya. "Yang mengatur Sekjen. Insyaallah secepatnya," uja dia.
Saat ditanya ihwal surat perintah Rais Aam PBNU Miftachul Akhyar yang meminta Muktamar NU ke-34 digelar pada 17 Desember, ia enggan menjawab lugas. "Harus rapat dulu," ujarnya singkat.
Muktamar NU ke-34, yang salah satu agendanya memilih Ketua Umum PBNU, sedianya dilaksanakan pada 23-25 Desember 2021. Namun, jadwal acara tersebut rencananya akan digeser karena kebijakan pemerintah yang akan menerapkan PPKM level 3 memasuki libur Natal dan Tahun Baru.
Kelompok Said Aqil Siroj disebut-sebut menginginkan Muktamar diundur pada akhir Januari 2022 agar sesuai dengan momen Harlah NU. Sementara itu, kelompok pendukung Yahya Cholil Staquf disebut menginginkan Muktamar dipercepat pada 17-19 Desember sebelum berlakunya PPKM.
Rais Syuriah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama Australia-New Zealand, Nadirsyah Hosen alias Gus Nadir mengingatkan agar jadwal pelaksanaan Muktamar ke-34 NU di Lampung diputuskan secara objektif, berdasarkan data dan fakta kondisi objektif, bukan karena kontestasi kedua kelompok.
Gus Nadir menyarankan agar keputusan tanggal pelaksanaan Muktamar sebaiknya jangan hanya diputuskan oleh empat orang saja, yakni; Rais Am, Katib Am, Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal. Sebab, empat orang itu sudah diasosiasikan dengan dua kelompok yang akan berkontentasi, sehingga kondisi itu menyebabkan deadlock.
Ia mengusulkan pengambilan keputusan melibatkan Majelis Tahkim yang berisikan 11 ulama sepuh dan juga mendengar langsung persiapan Muktamar dari Ketua Panitia Pengarah dan Ketua Panitia Pelaksana.
"17 orang inilah yang sebaiknya bermusyawarah dan mengambil keputusan bersama. Musyawarah adalah tradisi para ulama yang harus dijaga kelangsungannya. Majelis Tahkim memang dirancang untuk menengahi berbagai persoalan krusial di Muktamar," ujar Gus Nadir, beberapa waktu lalu.
Adapun sembilan kiai sepuh atau masyayikh NU telah berkirim surat ke PBNU, meminta pelaksanaan Muktamar NU ke-34 diundur akhir Januari 2022 bertepatan dengan Harlah NU ke-96.
Sementara itu, Ketua Panitia Muktamar Ke-34 NU, M. Imam Aziz menyebut, panitia siap melaksanakan apa pun keputusan yang ditetapkan PBNU. "Kami panitia masih menunggu keputusan PBNU," kata Imam dikutip dari Antara, Jumat lalu.
Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya, Kacung Marijan mengatakan, dalam struktur organisasi NU, memang posisi Rais Aam lebih tinggi daripada Ketua Tanfidz. Sehingga, seharusnya Ketua Tanfidz mengikuti kebijakan Rais Aam. “Tapi dalam organisasi, keputusan kan tidak bisa individual,” kata Kacung saat dihubungi, Jumat, 26 November 2021.
Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Ujang Komarudin menengarai, kubu Said Aqil sengaja meminta Muktamar NU ke-34 diundur untuk memastikan kesolidan dan kemenangannya. Selama kedua kubu masih saling curiga, ujar dia, deadlock tidak akan teratasi.
"Masih ada kubu yang merasa dirugikan jika waktu tertentu diputuskan. PBNU semestinya berdiri di tengah. Netral saja. Mengayomi kedua kubu. Tidak berat sebelah," ujar Ujang saat dihubungi, Ahad, 28 November 2021.
DEWI NURITA | KUKUH S. WIBOWO