TEMPO.CO, Jakarta - Enam lembar sertifikat tanah milik keluarga Nirina Zubir, tiba-tiba hilang secara misterius pada pertengahan tahun 2018. Cut Indria Martini, ibunda dari Nirina Zubir kemudian meminta tolong kepada asisten rumah tangganya, Riri Khasmita, untuk mengurus sertifikat-sertifikat yang hilang itu.
Hingga Cut Indria meninggal pada 12 November 2019, Riri belum juga selesai mengurus sertifikat tanah yang hilang. Dia menyampaikan kepada ahli waris bahwa pengurusan sertifikat masih ditangani oleh seorang notaris bernama Faridah. Belakangan, cerita sertifikat hilang itu diketahui hanya cerita karangan Riri.
"Jadi karena ibu saya tahunya hilang, dari situlah dia meminta pertolongan untuk mengurusnya. Jadi bukan ibu saya menyerahkan sertifikat tersebut, tapi itu diambil, dan kami dikelabui seakan-akan hilang," kata Fadlan Karim, kakak dari Nirina Zubir di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis, 18 November 2021.
Lama tidak ada kejelasan dari Riri soal sertifikat itu, Fadlan mendatangi kantor BPN Jakarta Barat pada November 2020. Di sana, dia mendapati enam sertifikat tanah ibunya sudah beralih kepemilikan atas nama Riri dan suaminya, Endrianto, dengan dasar Akta PJB dan Akta Kuasa Menjual yang dibuat dan ditandatangani oleh Faridah.
Akta tersebut diduga ditulis, ditandatangani dan dipalsukan oleh notaris Faridah, karena Cut Indria tidak pernah memberikan kuasa jual. Selain itu, akta tersebut telah disahkan oleh dua Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Jakarta Barat, Ina Rosaina dan Erwin Ridwan.
Setelah beralih nama, Riri menjual tiga sertifikat tanah milik keluarga Nirina Zubir. Sementara sertifikat lain yang belum dijual, diagunkan ke bank BCA dan BRI dengan nilai Rp 5 miliar, Rp 1,2 miliar, dan Rp 1,2 miliar lagi.
Keluarga Nirina Zubir lantas melaporkan masalah ini ke Polda Metro Jaya. Riri, Endrianto, Faridah, Ina dan Erwin ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka. Mereka dijerat dengan Pasal 263 dan atau Pasal 264 dan atau Pasal 266 dan atau Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 3, 4, 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Tubagus Ade Hidayat, mengatakan penyidik tidak akan berhenti pada 5 tersangka itu saja. Polisi berencana mencari sosok di belakang perkara ini.
"Namanya mafia, tidak dikerjakan sendiri. Ini yang masih didalami," kata Tubagus, Kamis, 18 November 2021.
Sebelum Nirina Zubir, keluarga publik figur lain juga pernah menjadi korban mafia tanah. Tanah dan bangunan milik ibu dari Wakil Menteri Luar Negeri Dino Patti Djalal, Zurni Hasyim, dirampas oleh sindikat mafia.
Polda Metro Jaya total menangkap 15 tersangka dalam kasus ibunda Dino. Termasuk di antara tersangka adalah Freddy Kusnadi, yang diduga sebagai dalang penipuan.
Dalam kasus ibunda Dino, polisi total menerima tiga laporan. Pertama, terkait pemalsuan sertifikat tanah dan bangunan di Pondok Indah, Jakarta Selatan. Dalam kasus ini, pelaku mencoba membeli bangunan milik ibu Dino.
"Kemudian mengubah identitas dengan meminjam sertifikat sesuai dengan nama orang tersebut untuk masuk ke pembuatan sertifikat hak milik," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus, pada Rabu, 10 Februari 2021.
Sementara laporan kedua terkait aset ibu Dino di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Dalam kasus ini, kata Yusri, tidak ada kerugian yang timbul. Aksi pemalsuan dapat dicegah. Sedangkan laporan terakhir berkaitan dengan peralihan hak atas tanah dan bangunan milik ibu Dino di Cilandak.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan Djalil, menjelaskan beberapa modus operandi mafia tanah di Indonesia. Antara lain melakukan pemalsuan dokumen, pendudukan ilegal atau tanpa hak, mencari legalitas di pengendalian, rekayasa perkara, kolusi dengan oknum aparat untuk mendapatkan legalitas, kejahatan korporasi, pemalsuan kuasa pengurusan hak atas tanah, serta hilangnya warkah tanah.
"Hilangnya warkah ini merupakan modus dari oknum yang ada di Kementerian ATR/BPN, yang bekerja sama dengan mafia tanah. Jika ketahuan maka akan langsung saya pecat," ujar Sofyan, Jumat, 5 November 2021.
Sofyan mengatakan Kementerian ATR/BPN terus berupaya membela korban dari mafia tanah. Salah satu caranya adalah membentuk Satuan Tugas (Satgas) mafia tanah, bekerja sama dengan Kepolisian, serta berkoordinasi dengan Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) dalam upaya memberantas praktik mafia tanah.
Kepala Kantor Wilayah BPN DKI Jakarta, Dwi Budi Martono mengatakan pihaknya menerima sekitar 50 ribua akta tanah pertahun. Sedikit di antara jumlah akta itu, kata dia, memang akhirnya diketahui dipalsukan.
Agar terhindar sebagai korban mafia tanah, Budi, menyarankan masyarakat sebisa mungkin tidak memakai kuasa saat mengurus tanah. Dia mengajurkan masyarakat mengurus langsung di kantor BPN.
"Kemudian tanah itu dikuasailah, dimanfaatkan," kata dia di Polda Metro Jaya, Kamis, 18 November 2021.
Budi juga menyarankan masyarakat mengunduh aplikasi Sentuh Tanahku untuk mencegah kejahatan pemalsuan dan peralihan hak atas tanah. Sertifikat tanah, kata dia, bisa didaftarkan aplikasi tersebut.
"Kalau ada peralihan nanti ada notifikasi," kata Budi.
Baca juga: Polisi Akan Periksa Dua Tersangka Mafia Tanah Keluarga Nirina Zubir Senin Depan
M YUSUF MANURUNG