TEMPO.CO, Jakarta - Dua pekan setelah angka kasus harian Covid-19 di Indonesia menembus angka 20 ribu, pemerintah masih juga terseok-seok membenahi fasilitas kesehatan. Lonjakan eksponensial pasien ini tak mampu diimbangi fasilitas yang ada. Sejumlah langkah darurat pun dilakukan.
Problem yang muncul seakan terus bertambah. Tingginya jumlah pasien awalnya membuat stok oksigen menipis. Belum tuntas permasalahan itu diselesaikan, masalah baru muncul lewat semakin langkanya obat-obatan di pasaran.
Laporan sulitnya obat-obatan dicari ini muncul dari berbagai daerah. Salah satunya disampaikan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang membidangi Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU) Agus Taufiqurrahman. Ia mengatakan rumah sakit-rumah sakit di bawah Muhammadiyah kesulitan mencari obat-obatan untuk penanganan Covid-19. Hal ini terjadi hampir di seluruh rumah sakit di bawah Muhammadiyah yang ada di Pulau Jawa.
"Jadi laporan dari direksi, memang ada ketentuan pemerintah tentang harga eceran tertinggi. Tetapi untuk mendapatkan beberapa vitamin yang sangat dibutuhkan untuk penanganan Covid itu pun sulit. Apalagi untuk obat-obatan yang lain yang kelompok antibiotik dan yang lain itu," kata Agus saat dihubungi Tempo, Rabu, 7 Juli 2021.
Pelaksana tugas Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes, Arianti Anaya, mengatakan sebenarnya, stok obat covid-19 masih cukup untuk memenuhi kebutuhan saat ini. Hanya Remdesivir dan Tocilizumab yang stoknya terbatas. Namun, ia pun memastikan kedua stok obat tersebut akan bertambah dalam 1-2 hari ke depan melalui impor.
Arianti menjelaskan, adanya keluhan stok obat yang kosong di sejumlah tempat terjadi karena ada kendala distribusi. Karena itu, ia pun mendorong agar industri farmasi dapat mendistribusikan obat-obatan ke zona merah yang kebutuhannya tinggi.
Jenazah dengan indikasi Covid-19 tidak dapat penanganan dari Pemerintah Kota Depok selama kurang lebih 5 jam pada Jumat 9 Juli 2021. dok.pribadi
"Suplai harus diutamakan daripada zona hijau yang peta kondisinya aman. Stok kita pantau tiap hari agar jangan sampai terjadi kekosongan obat," kata Arianti dalam konferensi pers, Sabtu, 10 Juli 2021.
Tak hanya masalah obat, sejak melonjaknya pasien, jumlah tempat perawatan juga menjadi perhatian. Hampir seluruh rumah sakit yang menerima pasien Covid-19 mengalami overcapacity. Berbagai bangsal tambahan dibuat secara mendadak dengan kondisi seadanya.
Apalagi saat ini pemerintah telah merekomendasikan bahwa pasien Covid-19 yang tanpa gejala (OTG) ataupun gejala ringan, agar menjalankan isolasi mandiri di rumah masing-masing. Rumah sakit ditujukan bagi mereka yang mengalami gejala sedang hingga berat.
Untuk menambah daya tampung rumah sakit, pemerintah telah menunjuk tiga rumah sakit untuk menjadi rumah sakit khusus Covid-19. Ketiga rumah sakit itu adalah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan, dan Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso. Selain itu, Asrama Haji Pondok Gede di Jakarta Timur juga segera diubah menjadi rumah sakit darurat.
Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid mengatakan sebelum ditetapkan sebagai rumah sakit darurat, asrama haji bisa digunakan untuk isolasi mandiri. Ia tak memungkiri adanya kemungkinan pasien yang masuk ke sana dalam kondisi tanpa gejala.
Dengan perubahan statusnya menjadi rumah sakit darurat, Zainut menjamin para pasien OTG yang isolasi di sana tidak akan begitu saja terusir. "Tetap bisa dirawat sampai sembuh," kata Zainut.
Foto udara antrean ambulan pengantar jenazah di area pemakaman dengan protokol Covid-19 yang disediakan oleh pemerintah di TPU Rorotan, Jakarta, Indonesia, Rabu, 7 Juli 2021. Kondisi TPU yang telah memakamkan ribuan jenazah sempat viral di sosial media. REUTERS/Willy Kurniawan
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sempat meninjau pembenahan asrama haji menjadi rumah sakit darurat, kemarin Sabtu, 10 Juli 2021. Luhut mengatakan ada 150 tempat tidur perawatan intensif yang sudah siap. Fasilitas itu akan digunakan untuk melayani pasien dengan gejala berat atau kondisi kritis.
"Ini siap untuk dioperasikan dalam 2-3 hari ke depan. Yang lebih bagus lagi, banyak peralatannya yang buatan dalam negeri. Saya pikir bagus itu," ujar Luhut.
Konsorsium Masyarakat untuk Kesehatan Publik yang terdiri dari YLBHI, Lapor Covid-19, ICW dan Lokataru bersama dengan Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) menilai pemerintah terlihat sangat lambat dalam merespon lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi di Indonesia. Bagi mereka pemerintah terkesan tidak benar-benar mendengarkan suara rakyat.
Gawat daruratnya situasi saat ini, menurut Konsorsium, menunjukkan bahwa suara-suara ahli kesehatan masyarakat, sosiolog, hingga mahasiswa, yang mengingatkan tidak mendapat perhatian. Konsorsium melihat tak ada sense of crisis yang dimiliki pemerintah.
Dari data mereka hingga 5 Juli lalu saja, terdapat 291 orang meninggal saat melakukan isolasi mandiri di rumah. Ini seiring dengan laporan puluhan orang meninggal karena tidak mendapatkan bantuan oksigen di IGD RS Sardjito.
"Ini menjadi potret nyata kolapsnya fasilitas kesehatan yang menyebabkan pasien Covid-19 kesulitan mendapatkan layanan medis yang semestinya," kata Konsorsium.
EGI ADYATAMA | CAESAR AKBAR | BUDIARTI UTAMI PUTRI | FRISKI RIANA